Liputan6.com, Jakarta Sejumlah orang tahu obat generik harganya jauh lebih murah dibandingkan obat paten, namun tidak banyak yang tahu bahwa kualitas kedua jenis obat tersebut sama. Bahkan Ketua National Casemix Center (NCC) dr. Bambang Wibowo, Sp.OG (K), menyebutkan bahwa obat generik bisa mencegah bangkrut pada klaim RS sejak Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berlaku.
Menurut Bambang, obat generik bisa memakan biaya hingga 30-35 persen dari seluruh pengeluaran Rumah Sakit. Sehingga bila obat generik diterapkan, tidak menutup kemungkinan RS akan untung.
"Sejak JKN berlaku, cost effective diperlukan RS dalam menekan pengeluaran salah satunya bisa dilakukan dengan penggantian obat paten ke obat generik. Jika ini diberlakukan, ini upaya efisiensi luar biasa. Karena di negara lain, pengeluaran RS untuk obat hanya 20 persen," kata Bambang saat temu media di Media Center BPJS Kesehatan, Kamis (6/3/2014).
Advertisement
Selain penggunaan obat generik, Bambang juga menyarankan RS untuk meninjau kembali alat medis habis pakai, alat pemeriksaan penunjang serta pengadaan barang dan jasa.
"Kalau beli obat lebih mahal, belum tentu efisien. RS bisa menghasilkan layanan kesehatan dengan baik tanpa mengurangi efisiensi dan mutu dengan perencanaan dan pelayanan yang baik. Ini akan mencegah RS defisit saat klaim ke BPJS Kesehatan," ungkapnya.
Sebelumnya, RS yang bermitra dengan BPJS Kesehatan diwajibkan mengikuti pola tarif paket (InaCBGs) demi memperbaiki kualitas layanan dan keseragaman tarif untuk pasien. Tarif paket (InaCBGs) sendiri merupakan penyeragaman tarif untuk diagnosa penyakit tertentu dengan aplikasi kode pada setiap paket penyakit.
Masalahnya, meski sistem ini berlaku secara internasional, tapi pola tarif paket memiliki kekurangan yaitu risiko keuangan yang bisa dialami RS tertentu apabila dokter atau tenaga admisnistrasi RS tidak menuliskan lengkap resume medis pasien.