Anak Autis pun Mampu Bekerja Kantoran

Mendapatkan pekerjaan yang layak adalah hak setiap manusia. Tak terkecuali, anak penyandang autisme.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 02 Mei 2014, 06:00 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2014, 06:00 WIB
Jumlah Anak Autis Semakin Tinggi
Kementerian Kesehatan menyebutkan jumlah anak autis cukup tinggi di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Mendapatkan pekerjaan yang layak adalah hak setiap manusia. Tak terkecuali, anak penyandang autisme. Hanya saja, ketakutan dari para orangtua yang membuat kesempatan berharga itu menjadi tertutup. Jelas, hal ini sangat disayangkan.

Agar nantinya anak berkebutuhan khusus ini dapat menjalani hari-harinya sebagai karyawan dan mendapatkan gaji di akhir bulan, hal terpenting yang harus dilakukan para orangtua adalah menemukan gejala dari autisme yang disandang si buah hati. Bila salah dalam mendiagnosa, maka terapi yang diberikan akan sulit dilakukan.

"Namun, memang kendalanya adalah usia di bawah 2 tahun, autisme sulit ditemukan karena banyak gejala yang mirip, tapi sebenarnya bukan autisme. Dengan intervensi yang dilakukan, maka perkembangannya akan jauh lebih baik," Konsultan Neuropediatri dari Asosiasi Disleksia Indonesia, Dr. Purboyo Solek, SpA(K) `Seminar Pemberdayaan Anak Penyandang Autis Dalam Memasuki Dunia Kerja`di Hotel Atlet Century Park Senayan, Jakarta, ditulis Kamis (1/5/2014)

Untuk itu, lanjut Purboyo, diperlukan SDM berpengalaman yang memiliki kompetensi agar dapat melakukan diagnosa dengan tepat dan akurat. Keliru sedikit saja dalam mendiagnosa, baik terapi yang dilakukan dan hasil dari terapi itu akan sangat berbeda.

Dalam seminar itu, Purboyo mengatakan, sebuah penelitian yang dilakukan Autism Speaks dan APA dijelaskan bahwa semakin muda usia anak saat dilakukan diagnosa autismenya, maka akan semakin baik prognosisnya. Usia standarnya adalah 16 sampai 18 bulan.

"Prognosis ini adalah kemampuan verbal, improvement cognitive, interaksi dan perilaku madaptif," kata dia menerangkan.

Ia melanjutkan, berdasarkan penelitian itu, sangat yakin hal ini dapat memberikan harapan yang bagus untuk mengubah buah hatinya menjadi lebih baik.

Sebagai orangtua, kata Purboyo, jangan lepas tangan begitu saja menyerahkan buah hatinya pada si terapis. Tapi, orangtua juga penting untuk terlibat dalam diagnosa dan intervensi dini.

"Bila melakukan intervensi di usia 16 sampai 18 bulan, dapat mengubah kemampuan kognitif sampai 16,7 digit. Nilai tersebut akan tercapai dengan intensitas terapi yang sangat kontinue, minimal 20 jam per minggu, sekaligus untuk mengukur IQ," kata dia menjelaskan.

Dilihat berdasarkan terminologi psikologis

Sebelum melepaskan anak-anak penyandang autisme ini ke dunia kerja, perlu dilakukan intervensi 6x30 bulan dan dilihat tingkat IQ akhirnya.

Purboyo mengatakan, ada empat derajat retardasi yang dibagi menjadi kemampuan belajar dan terminologi psikologis, untuk melihat hasil dari IQ anak-anak ini. Bila hasil kemampuan belajar tergolong slow learner dan terminologi psikologis tergolong Borderline, maka mereka dapat bekerja.

Menurut Purboyo, level Borderline memiliki potensi akademis setara sekolah regular kelas 6, sehingga anak-anak ini mampu mandiri, yang akhirnya membuat mereka mampu untuk bekerja.

Berikut paparan rentang IQ, Derajat Retardasi (kemampuan belajar dan terminologi psikologis), Prevalens, dan Protoype dari anak-anak penyandang autisme menurut National Information Center for Children and Youth with Disabilities, 1998

  1. Rentang IQ (84-70), Kemampuan belajar: Slow learner, Terminologi Psikologis: Borderline, Protoype: Slow learner
  2. Rentang IQ (69-55), Kemampuan belajar: Mampu didik, Terminologi Psikologis: Ringan, Prevalensi: 2,5 persen, Protoype: Kesulitan dalam aspek sosial dan ekonomi
  3. Rentang IQ (54-40), Kemampuan belajar: Mampu dilatih, Terminologi Psikologis: Sedang, Prevalensi: 03, persen, Protoype: Kelainan organik
  4. Rentang IQ (39-25), Kemampuan belajar: Sub-trainable, Terminologi Psikologis: Berat, Prototype: Gangguan sistem saraf pusat, gangguan organik lain, dan Syndrome


Potensi akademis dan bekerja berdasarkan derajat retardasinya:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

  • Borderline: Memiliki potensi akademis setara sekolah regular kelas 6, yang dalam kehidupan sehari-hari mampu mandiri, memiliki status pekerjaan adalah dapat bekerja.
  • Ringan: Memiliki potensi akademis membaca dan menulis setara kelas 4 dan kelas 5, atau kurang. Dalam kehidupan sehari-hari, anak-anak ini tergolong relatif mandiri, dan memiliki status pekerjaan membutuhkan pelatihan khusus.
  • Sedang: Memiliki potensi akademis setara kelas 1 dan 2, di mana kemampuan untuk membaca terbatas. Di kehidupan sehari-hari, mampu berpakaian, membersihkan diri, menyiapkan makanan. Dan status pekerjaannya adalah membutuhkan pekerjaan yang terawasi.
  • Berat: Memiliki potensi akademis sulit sekali untuk membaca dan menulis, dalam kehidupan sehari-hari dapat dilatih membersihkan diri dengan bantuan, dan status pekerjaan membutuhkan pekerjaan yang diawasi.
  • Sangat berat: Tidak memiliki potensi akademis sama sekali, sedikit yang dapat dilatih dalam kehidupan seharihari, dan sangat sangat terbatas untuk dilepas ke dunia kerja.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya