Dokter Bedah: Klinik Kecantikan itu Biasanya Salon

Sejumlah klinik kecantikan telah banyak berdiri di seluruh pelosok Indonesia. Padahal, bila klinik itu dicek maka statusnya salon kecantikan

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 27 Mei 2014, 11:00 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2014, 11:00 WIB
Suntikan Botox

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah klinik kecantikan yang dapat melakukan perawatan menggunakan silikon telah banyak berdiri di seluruh pelosok Indonesia. Ini yang pada akhirnya, membuat masyarakat tergiur dan berbondong-bondong melakukan perawatan di sana. Padahal, bila klinik itu dicek maka status sebenarnya hanyalah salon kecantikan biasa.

Penjelasan ini disampaikan Konsultan Bedah Plastik Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Dr. Irena Sakura Rini, Sp.BP-RE(K) dalam diskusi bertema 'Perkembangan Dunia Bedah Plastik Rekonstruksi & Estetik di Indonesia' di Ruang Nias, Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2014)

"Saya tidak dapat menyalahkan berdirinya itu. Bagaimana pun mereka membutuhkan sesuatu untuk hidup. Apalagi, peraturan di Indonesia belum mencapai sampai ke akar-akarnya," kata dia menjelaskan.

Tak ingin masyarakat terus terkecoh, Irena sebagai dokter bedah plastik selalu mengedukasi pasien untuk berhati-hati. Ia juga selalu menekankan untuk mengecek apakah dokter yang ada di klinik itu benar-benar dokter bedah plastik atau tidak.

Biasanya, kata dia, pasien memilih melakukan itu karena tertera nama dokter yang berprofesi sebagai dokter bedah. Padahal, bila semua nama itu dicek, maka kekecewaanlah yang akan didapat.

"Misalnya salah satu aduan yang saya dapatkan. Si pasien mengatakan, dokter di Muara Karang yang mengoperasinya adalah dokter bedah plastik. Ternyata, pas dicek list-nya, dia itu dokter-dokteran," kata Irena menerangkan.

Meski pun demikian, tetap saja masyarakat lebih memilih untuk datang ke tempat itu dan klinik-klinik tersebut tetap `hidup` di Indonesia. Memang,  mengedukasi masyarakat untuk tidak melakukan itu sangatlah susah.

"Tidak usah jauh-jauh. Di rumah saja, deh. Ada yang kena kanker, pasti pengobatan yang pertama kali dilakukan bukan ke dokter. Tapi alternatif atau herbal, dan berharap siapa tahu bisa sembuh. Tapi pada akhirnya, tetap saja nyari bagian kesehatan juga. Apalagi pas ada BPJS ini, semua berbondong-bondong ke rumah sakit. Kami yang justru kewalahan," kata Irena menekankan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya