Liputan6.com, Jakarta Di Indonesia, stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama. Data Riskesdas bahkan menunjukkan, peningkatan prevalensi stroke dari 8,3 per 1.000 penduduk pada 2007 menjadi 12,1 per 1.000 penduduk pada 2013. Hal ini menandai masyarakat masih mengabaikan pentingnya pengendalian risiko stroke.
Begitu disampaikan Direktur Utama Rumah Sakit Pusat otak Nasional (RS PON), dr Mursyid Bustami, Sp. S(K)., KIC., MARS saat ditemui wartawan di kawasan Menteng, Jakarta, ditulis Kamis (3/3/2016).
Baca Juga
"Stroke terjadi akibat sumbatan pembuluh darah (iskemik) atau pendarahan di otak (hemoragik). Namun 88 persen kasus terjadi karena penyumbatan," katanya.
Advertisement
Baca Juga
Mursyid menerangkan, pada kasus penyumbatan, hal ini biasanya dipicu oleh tingginya kadar kolesterol jahat. "LDL dalam darah mengakibatkan terjadinya plak aterosklerosis sehingga memicu pembentukan trombus dan membuat pembuluh darah menyempit dan pengurangan aliran darah (hipoperfusi) ke jaringan otak. Akibatnya, aliran darah terhambat ke otak."
Untuk itu, pengendalian kadar kolesterol perlu dijaga dengan pola hidup sehat dan terapi obat-obatan. "Perubahan pola hidup sehat yang dianjurkan meliputi penurunan berat badan, banyak makan serat, konsumsi buah an sayuran, berhenti merokok, olahraga teratur, hindari stres dan pembatasan konsumsi lemak berlebih," katanya.
"Bila target penurunan kolesterol darah belum juga tercapai, pasien dapat berkonsultasi ke dokter untuk terapi obat. Salah satu yang direkomendasikan adalah golongan statin," ungkapnya.
Mursyid menambahkan, kolesterol tinggi bukan hanya faktor risiko stroke atau penyakit kardiovaskular lainnya namun juga meningkatkan risiko Alzheimer. "Pengendalian kadar kolesterol LDL dengan obat golongan statin akan mengurangi risiko penurunakan kemampuan kognitif secara berangsur," imbuhnya.