Ini Strategi WHO Indonesia Perangi Resistensi Antibiotik

Situasi resistensi antibiotik di Indonesia semakin meningkat akibat paham masyarakat yang masih lemah hingga mudahnya mendapatkan antibiotik

oleh Bella Jufita Putri diperbarui 19 Apr 2016, 19:00 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2016, 19:00 WIB
Antibiotik
Antibiotik. Foto:ilustrasi

Liputan6.com, Jakarta Adanya akses penjualan obat secara bebas menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus resistensi antibiotik di Indonesia.

Pembelian obat khususnya antibiotik seharusnya disertai dengan anjuran atau resep dokter. Faktanya di Indonesia masih banyak ditemukan penjualan antibiotik dengan mudah tanpa perlu menyerahkan resep dokter.

Untuk mengatasi kondisi ini semua pihak seharusnya bekerja sama, baik dari pihak kesehatan terkait di Indonesia, pemerintah, serta masyarakat sebagai konsumen kesehatan dan pasien.

Dr Dewi Indriani, selaku penanggung jawab resistensi antimikroba WHO Indonesia, memaparkan bahwa kondisi ini perlu dengan segera mendapat penanganan yang tepat. Meski tidak dapat ditangani dengan cepat, namun jika kondisi resistensi ini semakin larut maka akan merugikan semua pihak mencakup kesehatan, kedokteran, hewan, pertanian, keuangan, lingkungan, dan terutama konsumen.

Ada pun langkah yang tengah dilakukan dalam menangani kuman kebal antibiotika atau resistensi antimikroba dengan Global Action Plan on Antimicrobial Resistance, di mana terdapat lima tujuan strategis untuk memerangi resistensi ini.

Berikut langkah yang dipaparkan oleh Dewi:

1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistensi antibiotika.

2. Memperkuat surveilans (manusia dan hewan) dan penelitian.

3. Melakukan upaya-upaya pencegahan infeksi. Baik dari segi individual dan layanan kesehatan.

4. Mengoptimalkan penggunaan obat-obat antimikroba.

5. Memastikan investasi berkelanjutan dalam melawan resistensi antimikroba.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya