Liputan6.com, Yogyakarta - Antraks tidak menular antarmanusia. Penyakit yang berasal dari hewan memamah biak tersebut hanya dapat menular melalui kontak langsung saat mengolah daging hewan yang terkontaminasi.
"Kejadian yang paling sering di manusia adalah gejala antraks pada kulit seperti yang terjadi di Kulonprogo, yang paling fatal adalah antraks pada saluran pernafasan," ujar Riris Andono Ahmad, Ketua Tim Respons Cepat Waspada Antraks Fakultas Kedokteran UGM dalam jumpa pers di UGM, Sabtu (21/1/2017).Â
Advertisement
Meskipun demikian, apabila diketahui sejak dini, antraks yang menular ke manusia bisa disembuhkan dengan obat-obatan.
Ketua Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM Abu Tholib mengungkapkan 99 persen kasus antraks pada manusia menyerang kulit dan 99 persen di antaranya sembuh. Gejalanya tidak khas seperti kulit melepuh dan perlu ditelusuri riwayat kontak manusia dengan hewan. Jadi, tidak semua kulit melepuh adalah gejala antraks.
"Yang menyebabkan kematian biasanya kena di paru-paru," ucapnya. Penularan ke manusia, tuturnya, melalui bakteri yang kontak dengan udara dan membentuk spora di dalam tanah.
Seseorang bisa terkena antraks apabila terjangkit lebih dari 10.000 spora dalam satu kali paparan, sehingga tidak berlaku akumulasi. Pasalnya, pernapasan manusia memiliki lendir yang mampu menetralisir sampai 8.000 spora dalam waktu 8 jam. Spora berasal dari bakteri di dalam tubuh hewan yang terkena antraks dan dibedah bangkai kemudian berinteraksi dengan udara. Spora bisa bertahan puluhan tahun di kedalaman delapan sampai 10 meter.
"Hal itu yang menyebabkan hewan yang terkena antraks atau ada gejala antraks, tidak boleh bedah bangkai, karena bakterinya bisa menyebar," kata Heru Susetya, Ketua Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Ia mengungkapkan, antraks menyerang hewan herbivora, seperti sapi, kambing, kuda, dan gajah. (Switzy Sabandar)