Liputan6.com, Jakarta Wabah campak yang melanda Kabupaten Asmat di Papua dimulai sejak September 2017. Laporan dari rumah sakit umum daerah di Asmat, perawatan pasien akibat campak sudah dilakukan sejak September 2017- 11 Januari 2018.
Baca Juga
Advertisement
Sebanyak 393 pasien rawat jalan dan 175 rawat inap. Menanggapi adanya wabah tersebut, pemerintah daerah setempat, dalam hal ini dinas kesehatan melalui puskesmas, juga sudah menangani masyarakat yang terkena campak.
Penanganan campak berupa pengobatan dan imunisasi lewat puskesmas keliling. Namun, ada kendala dalam penanganan campak.
"Kendala yang kami hadapi, tidak semua wilayah bisa dijangkau. Ini karena mobilitas masyarakat yang tinggi. Mereka tidak berada di kampung atau sering ke hutan dan berpindah-pindah)," kata Humas Pemda Agats, Asmat, Reza, dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com, Senin (15/1/2018).
Â
Â
Simak video menarik berikut ini:
Tenaga medis terbatas
Kendala yang dialami tidak hanya sulit bertemu masyarakat, melainkan faktor tenaga medis dan paramedis.
"Faktor tenaga medis dan paramedis sangat terbatas. Terlebih lagi yang bertugas di puskesmas dan pusat. Mereka harus melayani masyarakat di 23 distrik dan 224 kampung," lanjut Reza dalam rilisnya.
Pada Senin, 8 Januari 2018, tim dari Kabupaten Asmat juga mengadakan rapat di rumah bupati. Rapat berisi tindak lanjut kunjungan kerja ke distrik-distrik mengenai kasus campak.
Advertisement
Tindaklanjut ke lapangan
Selain menyoal campak, tim Kabupaten Asmat juga menindaklanjuti laporan dari puskesmas serta rumah sakit umum daerah mengenai kasus gizi buruk yang menyebabkan pasien banyak dirawat.
Sebagai respons, maka dibuat empat tim yang segera turun lapangan untuk melakukan pencegahan dan pengobatan sejak Selasa, 9 Januari 2018 pagi ke distrik Pulau Tiga, Sawa Erma, Suator, Akat, Sirets, Jetsy, Kolf, dan wilayah-wilayah lainnya.
Tim dari Kota Agats juga bergerak pada tanggal tersebut untuk penanganan campak dan gizi buruk.