Liputan6.com, Jakarta Pola asuh yang salah membuat si Kecil bisa tumbuh menjadi anak yang egois dan tak punya empati.
Â
Baca Juga
Anak akan meniru apa pun yang dia lihat. Jika sejak kecil orangtua tidak pernah membiarkan mereka bersosialisasi dengan segudang alasan yang klise, jangan kaget apabila anak tidak memiliki kepribadian yang menyenangkan.
Advertisement
Gaya hidup modern seperti sekarang memang sangat berpengaruh perkembangan anak. Dulu, anak-anak lebih banyak menghabiskan masa kecil dengan bermain di luar rumah bersama teman-temannya.
Saat bermain bersama, anak akan belajar bersosialisasi, mengeksplorasi lingkungan dan belajar menghadapi konflik. Hal ini akan sangat berdampak pada perkembangan psikologisnya. Namun saat ini, banyak anak-anak yang tumbuh menjadi pribadi yang sangat egois dan minim empati.
Anak sangat tidak sabaran dengan kondisi emosi yang meledak-ledak. Apa penyebabnya?
"Banyak faktor, tapi yang paling bepengaruh tentu saja aspek pola asuh orangtua. Bisa juga kebiasaan sekitar dan lingkungan yang dianggapnya hal biasa padahal sebenarnya tak sesuai norma," ujar Jacqueline, seorang terapis anak.
Â
Saran untuk Para Orangtua
Ia pun meminta para orangtua untuk menghindari hal-hal berikut. Jangan sampai pola asuh sehari-hari membuat anak jadi pribadi yang minim empati.
"Ibu aku lapar" , lalu makanan langsung diberikan di depan mereka. " Aku haus mau minum" , minuman langsung disediakan untuknya. " Ibu aku bosan" , ponsel atau tablet penuh game langsung diberikan.
Sering menghadapi situasi ini? Memberikan apa yang diingikan anak sesegera mungkin sangat tidak baik bagi perkembangan emosinya. Anda bisa menundanya dan itu tidak masalah.
"Menunda memberikan apa yang anak inginkan melatihnya menangani stres dan mengontrol emosinya. Bisa juga jadi kesempatan untuk mengajarkannya melakukan sendiri jika sudah cukup umur," ungkap Jacqualine.
Lalu jika situasi tak memungkinkan untuk menurutinya, jangan memaksakan apalagi sampai merugikan orang lain. Misalnya saat di jalan si kecil sangat ingin es krim, sementara harus buru-buru menjemput seseorang, tapi demi si kecil akhirnya mobil berhenti. Justru hal ini harus dibicarakan dan dilatih sejak dini, bahwa tak semua keinginannya harus dipenuhi.
"Terus menerus memenuhi keinginan anak secara langsung, ia juga tidak akan terbiasa dengan mempertimbangkan situasi orang lain. Hanya dirinya yang dipikirkan. Balita sebenarnya sudah bisa dilatih hal ini. Tinggal orangtua, ingin menerapkannya atau tidak," kata Jacqualine.
Mulai sekarang cobalah untuk tidak langsung memenuhi keinginan anak. Bicarakan padanya situasi yang terjadi. Misalnya, 'kakak bisa ambil minum sendiri kan, ibu sedang memasak', atau 'kita akan beli es krim jika sudah menjemput ayah di bandar, karena nanti akan terjebak macet'. Lakukan terus-menerus untuk melatih emosi si kecil.
Penulis : Mutia (sumber:Â De Proo at Home) / Dream.co.id
Advertisement