Beasiswa dari Industri Rokok, Penerimanya Sungkan Kritik

Industri rokok yang banyak dianggap sebagai "biang kerok" masalah kesehatan di Indonesia, harusnya tak perlu memiliki tanggung jawab sosial perusahaan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 05 Jun 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2018, 16:00 WIB
Bungkus Rokok atau Kemasan Rokok
Karena dianggap merusak kesehatan. industri rokok harusnya tidak punya tanggung jawab sosial (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Saat ini rokok tidak hanya produk yang memiliki branding yang kuat, namun juga memiliki pengaruh di bidang pendidikan. Banyak beasiswa pendidikan yang didanai oleh industri rokok. Namun, hal tersebut ternyata ditentang oleh organisasi Yayasan Jantung Indonesia.

"Di negara manapun, sponsor rokok itu sudah tidak boleh," ujar Ketua III Yayasan Jantung Indonesia dan Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau, Laksmiati A. Hanafiah.

Perempuan yang akrab disapa Mia ini mengatakan, perusahaan memang memiliki Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Namun menurut Mia, seharusnya tidak semua industri memiliki tanggung jawab tersebut.

"CSR itu sebetulnya tidak bisa dari industri yang merusak lingkungan dan kesehatan. Harusnya tidak boleh. Tapi di sini bisa dilakukan," tambah Mia di Heart House, Jakarta Barat, pada Selasa (5/6/2018).

"Itu diterima karena dianggap gampang. Paling mudah kan dapat sponsor dari industri rokok. Itu satu-satunya jalan adalah demikian," kata Mia.

Selain itu, Mia menggangap terkadang bentuk sponsor semacam itu membelenggu seseorang di bidang pendidikan.

"Kalau kita diberi beasiswa oleh industri rokok sampai selesai (sekolah), kita jadi tidak bisa bicara kan, mengkritik yang memberi kita beasiswa," kata Mia.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

Informasi Gencar namun Kurang Disadari

sponsorhip rokok
Ketua III Yayasan Jantung Indonesia dan Ketua Harian Komnas Pengendalian Tembakau, Laksmiati A. Hanafiah mengatakan industri rokok harusnya tidak punya tanggung jawab sosial (Dok. PERKI)

Mia mengatakan, darurat bahaya tembakau sendiri saat ini memang sering diinformasikan kepada masyarakat namun, kesadaran dan kepedulian warga saatini masih dirasa kurang.

"Terbukti dengan makin tingginya konsumsi tembakau di kalangan perokok muda, perokok baru sebagai dampak maraknya iklan gaya hidup dari kalangan industri rokok yang menyesatkan seperti merokok itu keren, dan lain-lain," tambah Mia.

Senada dengan Mia, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr. Ismoyo Sunu mengatakan, media juga memiliki peran dalam hal ini.

"Media juga berperan penting dalam menginspirasi masyarakat untuk mengurangi konsumsi tembakau, melindungi para perokok aktif dari dampak negatif rokok, serta meyakinkan kaum muda dan remaja untuk berhenti merokok dan tidak mencoba untuk merokok," kata Ismoyo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya