Penyakit Jantung Bukan Penghalang Jemaah Haji untuk Beribadah

Sekalipun memiliki penyakit jantung, dokter memperbolehkan pasien untuk bisa beribadah haji, asalkan...

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 06 Jun 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2018, 15:00 WIB
Jemaah haji sakit di Madinah
Jemaah haji sakit di Madinah (Liputan6.com/ Muhammad Ali)

Liputan6.com, Jakarta Penyakit jantung seharusnya tidak menghalangi jemaah haji untuk melakukan aktivitas ibadahnya. Yang terpenting, mereka harus mendapatkan perhatian khusus dari pengelola.

"Sebenarnya bukan membatasi, jadi kita akan bagi pasien-pasien atau jemaah haji yang mau berangkat, ada yang masuk risiko tinggi tidak. Risiko tinggi artinya kalau dia sudah punya riwayat jantung koroner kita masukkan dia risiko tinggi. Atau punya hipertensi dan sebagainya," ujar kardiologis, dr. Ade Meidian Ambari.

Dokter yang pernah menjabat sebagai Kepala Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Madinah itu mengatakan, orang-orang yang memang memiliki faktor risiko penyakit jantung harus mendapat perhatian lebih dari para dokter di kloternya.

"Terus kenapa untuk pasien jantung harus dibatasi aktivitasnya, kita tahu kalau haji itu adalah ibadah fisik. Kita ada batasannya," kata Anggota Departemen Keorganisasian Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia tersebut.

Ade menambahkan, memang orang yang memiliki faktor risiko penyakit jantung harus membatasi aktivitasnya. Namun, bukan berarti dia tidak bisa menjalankan ibadahnya.

"Jadi gini, kalau ada orang sudah jalan 5 kilometer terus menerus dia aman kalau berangkat haji. Tapi untuk beberapa jemaah haji kita yang kita tahu dia punya gagal jantung atau habis serangan jantung, kita harus batasi aktivitasnya," kata Ade ditemui Health Liputan6.com seusai konferensi pers PERKI memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Jakarta. Ditulis Rabu (6/6/2018).

Ade mengatakan, membatasi aktivitas yang dimaksud adalah melakukan apa yang sudah menjadi kewajibannya saja.

"Kerjakan apa yang harus dikerjakan. Kalau yang umroh sekali saja cukup ya, terus jaga kalau misalnya tawaf-nya dia tidak bisa jalan ya pakai kursi roda," jelas dokter yang berpraktek di rumah sakit Harapan Kita tersebut.

Simak juga video menarik berikut ini:

Konsultasi ke dokter

Jemaah haji tiba di Madinah
Jemaah haji tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz Madinah, Arab Saudi (Liputan6.com Taufiqurrohman)

Ade mengungkapkan yang ditakutkan ketika jemaah harus masuk rumah sakit di sana adalah berbagai permasalahan yang akan timbul karena hal itu.

"Pertama, kendala bahasa. Terus kemudian, kalau misalnya dia paksakan, jadi mereka itu ada yang ikut kelompok-kelompok haji, kalau mereka paksakan, dia kerjain semua biar afdol. Kan di kelompok itu kan ada yang sehat, ada yang muda, ada yang tua, itu kan akan berbeda," kata Ade.

"Jadi pembatasan itu bukan berarti tidak boleh naik haji. Tapi itu kan namanya Istithaah. Istithaah artinya itu Istithaah kesehatan artinya mampu untuk berhaji dari segi kesehatan," jelas Ade.

Sehingga, apabila orang sudah terkena berbagai penyakit jantung masih diperbolehkan mengikuti ibadah haji. Asalkan, mereka telah berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter untuk melakukan itu.

Dihimbau batasi aktivitas

Jemaah haji yang berangkat dari Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)
Jemaah haji yang berangkat dari Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Sebelumnya, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI, Eka Jusup Singka mengatakan, jamaah haji dengan riwayat penyakit jantung harus membatasi aktivitasnya selama di tanah suci.

“Batasi aktivitas, tapi bukan aktivitas ibadah. Kalau capek, istirahat. Kalau ingin ke masjid jangan lupa sarapan. Ini tips sederhana, tapi bisa membuat jemaah sehat,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya