Tiap Tahun, Ratusan Ribu Sarjana Menganggur

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Prof Intan Ahmad mengatakan ratusan ribu lulusan perguruan tinggi yang menganggur setiap tahunnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jun 2018, 11:30 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2018, 11:30 WIB
Seorang Lulusan Sarjana, Bekerja Menjadi Tukang Bersih-Bersih
Tidak Mendapatkan Pekerjaan Seusai Menyelesaikan Kuliah, Lulusan Sarjana Teknik Rela Menjadi Tukang Bersih-Bersih Rumah Demi Medapatkan Uang

 

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Prof Intan Ahmad mengatakan ratusan ribu lulusan perguruan tinggi yang menganggur setiap tahunnya.

"Jumlah lulusan perguruan tinggi setiap tahunnya mencapai satu juta jiwa, yang menganggur ada ratusan ribu," ujarnya dalam pertemuan dengan Kopertis Wilayah III DKI Jakarta di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, hal itu perlu untuk menjadi catatan bagi perguruan tinggi bagaimana menciptakan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja.

Intan menjelaskan ada lulusan perguruan tinggi yang tidak sampai tiga bulan sudah bekerja, namun ada pula yang akreditasi bagus tetapi lulusannya susah mencari kerja.

"Perguruan tinggi jangan memberikan ilusi kepada calon mahasiswa," kata dia.

Ia juga menambahkan ada riset yang dilakukan di Eropa yang diikuti 25 negara dan 8.000 kampus. Dari hasil riset itu diketahui hanya kurang dari 50 persen yang siap bekerja.

 

Kombinasi

Dunia kerja membutuhkan kombinasi dari keahlian yang berbeda dari sebelumnya. Tidak hanya membutuhkan calon pekerja yang cerdas namun juga memiliki keahlian lain, seperti kepemimpinan dan juga kemampuan menulis.

"Kampus perlu duduk bersama dengan dunia industri membicarakan hal ini," katanya.

Dunia kerja membutuhkan lulusan yang berbeda dengan yang dihasilkan kampus.

Dia menjelaskan sistem pendidikan belum merespons revolusi industri 4.0.

"Kita harus menyiapkan lulusan yang siap mengisi pekerjaan yang belum tentu ada saat ini," kata dia.

Salah satu kelemahan lulusan perguruan tinggi di Tanah Air adalah lemahnya kemampuan menulis.

Menurut Intan, hal itu ada kaitannya dengan kewajiban menulis mahasiswa yang hanya saat tugas akhir. Berbeda dengan luar negeri, yang mana kewajiban menulis dilakukan setiap semester.

Selain itu, katanya, persoalan mutu masih menjadi masalah besar. Dari 333 perguruan tinggi swasta di DKI Jakarta, yang mendapatkan akreditasi A hanya 11 perguruan tinggi.

"Bahkan, di antaranya ada yang terakreditasi internasional. Kualitas juga tidak kalah dari PTN. Akan tetapi, masalahnya tidak merata," kata dia. (AntaraNews/Indriani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya