Sakit atau Depresi, Hentikan Kebiasaan Diagnosis Diri Sendiri

Kehadiran mesin pencari memudahkan kita mencari informasi, termasuk untuk menebak-nebak kondisi apa yang kita alami.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2018, 10:00 WIB
Depresi
Ilustrasi depresi (iStockphoto/AntonioGuillem)

Liputan6.com, Jakarta “Eh aku moodnya sering naik turun nih. Jangan jangan aku kena bipolar?”

“Temenku sering banget pake hand sanitizer, apa dia punya OCD ya?”

“Itu anak tetangga bandel banget. Nggak bisa diam. Anak itu punya ADHD pasti.”

Seberapa sering kamu mendengar kalimat-kalimat judgmental seperti di atas? Atau mungkin tanpa disadari pernah mengatakannya? Tahukah kamu ada bahaya yang tersimpan di balik kalimat kalimat yang terkesan remeh itu?

Manusia memang dipenuhi oleh rasa keingintahuan. Sering kali ketika mendapatkan sebuah informasi, seseorang langsung menggeneralisir yang ia ketahui dengan fakta sekitar. Padahal informasi yang tersebar di luar sana, ada yang bersifat mentah, dan membutuhkan proses lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan.

Kehadiran raksasa mesin pencari seperti Google, Yahoo dan Bing, yang hanya dengan sentuhan bisa membawa kita kepada informasi baru, sedikit banyak memperparah masalah ini. Banyak orang yang kemudian merasa takut terkena penyakit atau masalah serius pasca melakukan pencarian atas hal “aneh” yang dirasakan dalam dirinya.

Misal, seseorang belakangan ini sering merasa pusing. Kemudian ia menggunakan mesin pencari untuk menjawab rasa penasarannya. Dari hasil pencariannya ternyata membawanya pada gejala penyakit serius seperti kanker otak misalnya.

Orang itu kemudian langsung merasa takut dan sudah panik karena menyangka dirinya mengalami penyakit serius. Padahal belum tentu dia memang memiliki penyakit serius, tapi dia telah menciptakan kepanikan yang tidak perlu untuk dirinya sendiri. Perilaku inilah yang harusnya dihindari.

Sama dengan penyakit fisik, hal yang sama sering dilakukan pula untuk gangguan mental. Hal ini yang kemudian menyebabkan munculnya persepsi yang salah mengenai gangguan mental.

Misal, orang yang mood nya mudah berubah dikira berkepribadian ganda. Orang yang tidak mudah berada di keramaian dikira antisosial. Orang yang sering berbohong dikira psikopat. Dan masih banyak mispersepsi lainnya.

Saksikan juga video menarik berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Hindari Mendiagnosis Diri Sendiri

Depresi (iStockphoto)
Ilustrasi depresi. (iStockphoto)

Mendiagnosis diri sendiri adalah memutuskan kita memiliki sebuah gangguan atau penyakit berdasarkan pengetahuan yang dimiliki diri sendiri. Perilaku ini adalah sesuatu yang cukup berbahaya.

Selain berdampak pada kepanikan yang tidak perlu, mendiagnosis diri sendiri tanpa pendapat ahli langsung juga berbahaya untuk tindakan lainnya. Misal, seseorang bisa saja mengonsumsi obat yang salah, seseorang bisa saja menyebarkan info yang salah ke orang lain sehingga menyebabkan kekacauan lainnya.

Jika memang merasa ada yang salah dengan diri lebih baik segera mengkonsultasikan dengan ahlinya. Misal, ketika merasa ada yang salah secara fisik, bisa langsung bertemu dengan dokter. Atau ketika merasa gelisah atau secara psikis ada masalah, bisa langsung bertemu dengan psikolog. Dengan demikian, kekhawatiran dalam diri bisa langsung jelas ditemukan jawabannya.

Terkadang bertemu langsung dengan ahlinya memang menimbulkan keraguan karena berbagai penyebab. Orang takut bertemu langsung dengan dokter ketika merasa tubuhnya tidak nyaman karena takut didiagnosis memiliki penyakit berbahaya.

Orang takut berkonsultasi dengan psikolog langsung karena takut akan stigma negatif orang sekitar. Padahal menyimpan kekhawatiran sendiri atau berusaha mencari tahu sendiri juga tidak menyelesaikan masalah.

Perlu diketahui, khusus untuk gangguan psikologis, seseorang baru bisa dinyatakan memiliki gangguan ketika pendapat itu didiagnosis oleh psikolog atau psikiater. Seberapa parah gangguan yang dimiliki, bagaimana penanganan yang harus diberikan, dan apa yang harus dilakukan hanya bisa ditetapkan oleh ahlinya. 

 


Temui Ahlinya

Ilustrasi bahagia - stres (iStockphoto)
Ilustrasi bahagia - stres (iStockphoto)

Apa yang kamu baca di internet mungkin membawamu pada keyakinan-keyakinan tertentu. Namun pahamilah, bahwa apa yang kamu yakini belum tentu sepenuhnya benar. Merasa mengalami satu atau dua gejala dari sebuah gangguan atau penyakit pun bukan berarti kamu memiliki penyakit atau gangguan itu. Memberanikan diri untuk datang menemui ahlinya tetap jalan terbaik.

Selain menghindari mendiagnosis diri sendiri, hindari pula memberi penilaian atas apa yang dialami orang lain. Jika menilai apa yang dirasakan diri sendiri saja kita bisa salah, apalagi menilai apa yang dirasakan orang lain.

Pengetahuan yang kita miliki memang berharga, namun ada baiknya, pengetahuan itu tidak senantiasa membuat kita puas dan merasa paling memahami orang lain. Bahkan seorang dokter ahli pun terus belajar sepanjang hidupnya, karena ilmu akan terus berkembang, karena pengetahuan tak pernah statis.

Mendiagnosis diri sendiri atas ketidaknyamanan yang dirasakan (baik fisik maupun mental) ibarat seperti duduk di kursi goyang. Hal itu memberimu sesuatu untuk dilakukan, tapi tidak membawamu kemana-mana selain maju mundur dalam kebimbangan

 

Tulisan Koes Ayunda Zikrina Putri dari Pijar Psikologi untuk Liputan6.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya