Tinggi Kasus Japanese Enchepalitis, Haruskah Masyarakat Bali dan Manado Puasa Makan Babi?

Tidak harus berhenti konsumsi babi agar terhindar dari Japanese Enchepalitis (JE)

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 10 Nov 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2018, 13:00 WIB
Ilustrasi daging babi (iStockphoto)
Ilustrasi daging babi dan Japanese Enchepalitis (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kelelawar dan babi penyebab terjadinya Japanese Enchepalitis (JE) di Indonesia, dengan reservoar (pembawa) adalah babi atau unggas yang biasa hidup di tempat kotor.

Sementara itu, kasus dari penyakit radang otak tersebut paling tinggi di Bali yang kemudian disusul Manado, Sulawesi Utara di urutan nomor dua.

Baik di Bali maupun Manado, sama-sama dikenal sebagai daerah dengan konsumsi babi cukup banyak. Pada beberapa orang, kelelawar masih dicari buat pengobatan.

Lantas, apakah orang-orang di Bali dan Manado harus berhenti konsumsi babi agar terhindar dari penyakit Japanese Enchepalitis ini?

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, pelarangan tidak bisa dilakukan sebelum melihat bagaimana cara dan di mana penularan penyakit itu terjadi.

Saat kasus flu burung, misalkan, tidak ada larangan untuk berhenti sebentar dari konsumsi ayam dikarenakan penyakit itu tidak menular karena makan unggas, melainkan kontak dengan unggas melalui udara.

"Jadi, yang kita cegah bukan dengan tidak boleh makan ayam, tapi imbauan ke pihak peternakan harus cuci tangan dan lain-lain. Dan ayamnya harus divaksinasi," kata Nadia di The 5th Global Health Security Agenda (GHSA) di Nusa Dua Bali belum lama ini.

 

Kelelawar Hewan Liar

Kelelawar yang menyebabkan JE tergolong hewan liar yang rasanya tidak mungkin untuk divaksinasi. Karena itu, Kemenkes hanya bisa mengingatkan agar orang-orang di sana lebih memerhatikan cara mengolah bahan makanan tersebut.

"Makanan yang baik, matang, juga harus dilihat," kata Nadia.

 

Kerjasama dengan Kementerian Lain

Menurut Nadia, perlu kerjasama dengan kementerian lain guna memberantas JE atau penyakit-penyakit lain yang ditularkan oleh hewan. Dua di antaranya Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Contoh pada sapi. Nadia, mengatakan, sapi-sapi yang berada di hulu sudah dicek dan Departemen Pertanian sudah mengontrol, sekaligus memastikan bahwa daging-daging tersebut harus bebas dari cacing dan antraks.

"Balik lagi, kalau bisa makan steak jangan setengah matang. Matang saja biar aman," ujarnya.

 

Kerjasama Penting

Menurut Nadia, keterlibatan dua kementerian tersebut menjadi sangat penting karena transmisi penularan penyakit yang berasal dari hewan (zoonotic) berbeda-beda.

Nadia pun menekankan bahwa pembatasan konsumsi babi dan kelelawar bukanlah solusi.

"Kementerian Pertanian betul-betul dengan keterlibatannya menjaga kualitas dan kesehatan hewan itu dijaga, untuk mencegah salah satu penyakit itu timbul di manusia," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya