Liputan6.com, Jakarta Hasil Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) 2018, yang dikeluarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat, angka Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) mencapai 34,1 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dari prevalensi rata-rata KTD seluruh Indonesia, yakni 19,7 persen.
Baca Juga
Advertisement
Di atas DKI Jakarta, angka KTD tertinggi di Papua dan Sumatera Utara. Sementara itu angka KTD terendah di Bengkulu dan Kalimantan Tengah.
Menurut Kepala Plt. BKKBN, Sigit Priohutomo tingginya angka kehamilan tidak diinginkan di Jakarta salah satunya dipengaruhi oleh kesalahan dalam bergaul.
"Adanya kehamilan tidak diinginkan itu bisa dipengaruhi pergaulan (di kota) yang terbuka dan bebas," kata Sigit saat ditemui di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta, ditulis Kamis (22/11/2018).
"Di kota (besar) ini kan masyarakat justru mencari alat kontrasepsi. Semua berpikir, kalau hidup di kota itu lebih bagus. Tapi kenapa angka KTD tinggi? Yang jadi permasalahan itu adanya perbedaan nyata tingkat kesejahteraan masyarakat," ucap Sigit.
Saksikan video menarik berikut ini:
Alat kontrasepsi yang dijual daring
Sigit juga menyorot kemudahan masyarakat kota mengakses informasi lewat internet. Hal ini membuat masyarakat juga jadi mudah mengakses informasi soal kehamilan. Selain itu, mengakses informasi berhubungan dengan jual-beli alat kontrasepsi secara daring (online).
"Karena arus infomasi sekarang bebas. Alat kontrasepsi bisa dibeli online. Ini memang jadi layanan yang mudah, tapi sebenarnya kita kan tidak tahu. Cara itu (alat kontrasepsi daring) efektif untuk mengendalikan kehamilan atau tidak," Sigit melanjutkan.
Oleh karena itu, untuk mengendalikan kehamilan, penyuluhan penggunaan alat kontrasepsi bisa dilakukan. Hal ini bertujuan untuk membimbing masyarakat agar tidak terjadi 'kecelakaan' (kehamilan yang tidak diinginkan).
Advertisement