Komnas HAM: Tindakan Intoleransi dan Ekstremisme Ancam Hak Asasi Manusia

Persoalan intoleransi dan hingga ekstremisme dengan kekerasan perlahan mengancam hak asasi manusia.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 23 Nov 2018, 20:00 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2018, 20:00 WIB
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Bulung Hapsara (kanan) mengatakan persoalan intoleransi bahkan hingga ekstremisme dengan kekerasan, perlahan mengancam hak asasi manusia. (Foto: Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Bulung Hapsara (kanan) mengatakan persoalan intoleransi bahkan hingga ekstremisme dengan kekerasan, perlahan mengancam hak asasi manusia. (Foto: Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Liputan6.com, Jakarta Hilangnya rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan menjadi penyebab semakin banyaknya tindakan intoleransi dan ekstremisme yang mengatasnamakan agama. Hal ini disampaikan tiga lembaga negara yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

"Persoalan intoleransi bahkan hingga ekstremisme dengan kekerasan, perlahan mengancam hak asasi manusia, kewajiban negaralah yang harusnya mempromosikan hal ini," ujar Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Bulung Hapsara dalam konferensi pers Sidang HAM keempat yang baru saja dilakukan oleh tiga lembaga tersebut.

Ketiga lembaga sepakat bahwa perempuan dan anak menjadi dua kelompok yang paling rentan menjadi korban dari tindakan intoleransi dan ekstremisme. Anak-anak dan perempuan bahkan bisa dijadikan pelaku dan terdampak dalam pusaran intoleransi dan ekstremisme.

"Demikian juga anak, rentan terpapar infiltrasi intoleransi, radikalisme dan ekstremisme. Bukan hanya sebagai korban namun seringkali dilibatkan sebagai pelaku, " ujar Beka di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Menurut Beka, ada beberapa faktor kunci yang memperkuat kekerasan mengatasnamakan agama  antara lain: intoleransi politik, kurangnya kesadaran akan pentingnya pemerintahan yang baik, rasa diasingkan atau alienasi serta keinginan untuk diakui, dan minimnya pemahaman keagamaan yang damai dan toleran.

 

Saksikan juga video menarik berikut

 


Kebijakan diskriminatif

Dalam sidang HAM keempat masih ditemukan adanya kebijakan-kebijakan diskriminatif atas nama moralitas dan agama.

Selain itu, Beka mengatakan juga masih ada pengawasan yang lemah dari pemangku kewajiban, tumbuh kembangnya siar kebencian di media sosial, dan upayabp pencegahan serta penyelesaian yang belum komprehensif.

"Salah satu contoh kebijakan diskriminatif dan banyak melahirkan berbagai pelanggaran HAM serta sikap intoleransi adalah kebijakan rumah ibadah," ungkapnya.

Kebijakan semacam ini dianggap menggerus kebebasan beragama. Persoalan rumah ibadah menjadi salah satu masalah yang banyak diadukan, selain diskriminasi dan persekusi yang dialami kelompok minoritas, baik etnis, seksual, agama, dan kepercayaan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya