2 Penyebab Terbesar Kematian Mendadak saat Lari Maraton

Kematian mendadak yang terjadi saat lomba lari maraton di Indonesia baru-baru ini menimbulkan pertanyaan. Apa penyebabnya?

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 28 Nov 2018, 16:00 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2018, 16:00 WIB
Pelari Jepang Hiroto Inoue Juara Maraton 42 Kilometer
Pelari maraton Jepang, Hiroto Inoue bersaing dengan Elhassan Elabbassi dari Bahrain saat memasuki garis finis lomba Asian Games 2018 di jalan Sudirman, Jakarta, Sabtu (25/8). Hiroto menjadi pemenang lari maraton 42 kilometer. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Akhir-akhir ini, beberapa acara lari maraton memakan korban jiwa. Dalam waktu yang berdekatan, sudah ada tiga kali kejadian meninggalnya seorang pelari yang mengikuti lomba lari maraton di tiga tempat yang berbeda.

Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga dari Indonesia Sports Medicine Center dr. Andi Kurniawan mengatakan, paling tidak ada dua hal mematikan yang bisa terjadi saat lomba lari maraton. Dalam dua kasus yang terjadi di Bali dan Jakarta, dugaan terkuat adalah akibat sudden cardiac death atau kematian jantung mendadak.

"Di mana pasti akibat dari adanya kelainan di jantungnya atau karena ada koroner atau penyempitan di jantungnya, menyebabkan kematian mendadak," ungkap Andi yang juga seorang pelari ini saat ditemui Health Liputan6.com di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta pada Selasa (27/11/2018).

Andi menambahkan, ada satu penyebab kematian mendadak saat lari maraton lain yaitu heatstroke. Mengutip Mayo Clinic, heatstroke adalah kondisi yang menyebabkan tubuh menjadi terlalu panas. Biasanya disebabkan akibat paparan atau aktivitas fisik yang terlalu lama dalam suhu tinggi.

"Penyebab kematian mendadak pada maraton paling sering (ada) dua. Kalau tidak karena sakit jantung, pasti karena heatstroke," ujar Andi yang pernah terlibat sebagai dokter di Asian Games 2018 tersebut.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

1,6 KM Mendekati Akhir

Pelari Jepang, Yuki Kawauchi
Pelari Jepang, Yuki Kawauchi berselebrasi setelah mencapai garis finis pada Boston Marathon ke-122 di Boston, Senin (16/4). Yuki Kawauchi menjadi pelari Jepang pertama yang berhasil menjadi juara Maraton Boston sejak 1987. (AP/Elise Amendola)

Dalam pemaparannya saat sharing session bertajuk "Preparation For Safe and Fun Race", Andi mengungkapkan insiden kematian mendadak maraton di dunia adalah 1 banding 100 ribu. Sehingga, tiga kali kejadian di Indonesia menurutnya cukup memprihatinkan.

Andi mengutip New England Journal of Medicine tahun 2012. Kematian mendadak saat maraton lebih 84 persen lebih berisiko pada pria dengan rata-rata usia berkisar antara 13 hingga 42 tahun. Sementara, 24 persen kasus terjadi di kilometer 40 sampai 42.

Karena itu, Andi mengatakan pentingnya persiapan medis baik peserta maupun panitia. Terutama mendekati garis akhir.

"Kejadian meninggal mendadak paling sering terjadi di 1,6 kilometer terakhir," ujarnya. Maka, Andi menghimbau agar masyarakat tidak meremehkan maraton dengan berlari tanpa persiapan yang matang.

"Kita lari ingin sehat, jangan sampai terjadi masalah pada tubuh karena kita lari," kata Andi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya