Liputan6.com, Jakarta Capung yang terbang rendah seringkali dianggap pertanda turun hujan. Anggapan ini masih kental diyakini masyarakat. Namun, benarkah capung menjadi pertanda turun hujan?
Baca Juga
Advertisement
Ilmuwan Ravi Shankar dari Agriculture Extension and Transfer of Technology section di Central Institute for Dryland Research Agriculture, Hyderabad menghabiskan penelitian selama tiga tahun di desa Anantapur, Vishakapatnam dan Ranga Reddy, Andhra Pradesh untuk mengumpulkan informasi tanda-tanda perubahan cuaca secara tradisional.
Tanda-tanda tersebut dilihat dari perilaku serangga, termasuk capung. Di Andhra Pradesh saja, ada 24 indikator bio (serangga, tanaman, hewan) dan 42 indikator non bio (awan, angin, penerangan) untuk memprediksi turunnya hujan.
"Tarian burung merak dan capung yang terbang berkerumun beberapa jam sebelum hujan turun. Ini sebagai prediksi turunnya hujan," jelas Ravi, sebagaimana dilansir dari Al-Jazeera, Senin, 21 Januari 2019.
Simak video menarik berikut ini:
Perubahan tekanan udara
Ahli entomologi Jagadeeswar Reddy menjelaskan, pergerakan serangga 100 persen andal untuk memprakiraan turunnya hujan. Perilaku serangga, seperti capung yang memprediksi turun hujan dipengaruhi kemampuan serangga itu sendiri.
Para ilmuwan mengungkapkan, hewan, burung, dan serangga dapat merasakan perubahan angin, kelembaban, dan tekanan udara. Faktor-faktor tersebut dapat mengubah perilaku binatang atau serangga yang bersangkutan.
Serangga merasakan peningkatan kelembaban udara melalui antena, lantas bereaksi terhadap faktor tersebut. Selain serangga, kambing juga bisa memprediksi turunnya hujan.
Kambing akan mengibaskan telinga ketika kelembaban meningkat karena mereka merasa tidak nyaman. Mengibaskan telinga cenderung untuk mendinginkan telinga.
Burung hantu mulai berbunyi riuh karena gelisah, yang disebabkan oleh peningkatan kelembaban. Sesaat sebelum hujan datang, katak umumnya berdiam diri di bawah batu.
Advertisement