Arti Pasien Suspect, Dalam Pengawasan, dan Pemantauan Terkait COVID-19

Berikut ini perbedaan antara Orang Dalam Pemantauan, Pasien dalam Pengawasan, dan Suspect

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 05 Mar 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2020, 17:00 WIB
Sesditjen P2P Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr Achmad Yurianto
Sesditjen P2P Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr Achmad Yurianto (Foto: Liputan6.com/Aditya Eka Prawira)

Liputan6.com, Jakarta Banyak istilah seputar infeksi virus corona atau COVID-19 yang beredar di media dan masyarakat. Tiga yang paling sering diperbincangkan adalah suspect, pasien dalam pengawasan, dan orang dalam pemantauan.

Ketiganya memang saling terkait dengan COVID-19. Namun, bukan berarti tiga status tersebut adalah sama.

Beberapa waktu lalu, dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Sekretaris Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto kembali menerangkan perbedaan ketiga status tersebut.

1. Orang dalam Pemantauan (ODP)

ODP berarti semua orang yang masuk ke wilayah Indonesia, baik Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNI) dan berasal dari suatu negara yang telah dikonfirmasi penularan COVID-19 antar manusia.

Yuri mengatakan, beberapa negara yang telah mengonfirmasi kasus infeksi virus corona selain China adalah Iran, Korea Selatan, Italia, Singapura, dan Malaysia. Jika mereka berasal dari negara-negara yang positif virus corona, Kemenkes akan menempatkan kategorinya sebagai ODP.

"Pemantauan yang dilakukan adalah mengantisipasi manakala yang bersangkutan sakit, sehingga dengan cepat kita bisa melakukan pelacakan," kata Yuri, ditulis Kamis (5/3/2020).

Walaupun begitu, bukan berarti semua yang masuk kategori ODP berarti sakit. Yuri mengatakan, mereka dipantau karena berasal dari negara-negara yang positif COVID-19.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

Pasien dalam Pengawasan

Batuk
Ilustrasi Foto Batuk (iStockphoto)

2. Pasien dalam Pengawasan

PDP adalah orang yang sebelumnya ODP, namun mengalami beberapa gejala seperti influenza sedang hingga berat seperti batuk, pilek, demam, dan gangguan napas.

"Maka ini akan langsung secara khusus kita jadikan pasien dalam pengawasan. Artinya orang ini harus dirawat, karena dia dirawat jadilah dia pasien. Kenapa dalam pengawasan? Karena dia berasal dari negara yang tadi penularan orang ke orang sangat diyakini," kata Yuri.

Walaupun begitu, Yuri menegaskan bahwa meski mereka dirawat dalam pengawasan, belum tentu pasien adalah suspect atau terduga COVID-19.

"Apabila kemudian pasien dalam pengawasan ini, tentunya kita akan isolasi, ada keyakinan memiliki riwayat kontak dengan orang lain yang sudah konfirmasi positif, maka dia akan menjadi suspect," kata Yuri, yang baru-baru ini ditunjuk menjadi juru bicara RI untuk penanganan COVID-19.

Hal tersebut, diketahui dengan memberikan pertanyaan kepada pasien, serta mencari tahu apakah orang yang berkontak dengan dirinya terkonfirmasi positif COVID-19.

Suspect

Peneliti Laboratorium
Ilustrasi Foto Peneliti (iStockphoto)

3. Suspect atau Terduga.

Ketika seseorang telah menjadi suspect, maka pasien akan diambil spesimen dari dinding belakang hidung, mulut, serta di rumah sakit rujukan akan dilakukan bronkoskopi untuk mengambil sedikit cairan dari saluran napas.

"Spesimen ini kita bawa ke laboratorium untuk diperiksa," kata Yuri.

Di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Yuri mengungkapkan ada dua pemeriksaan spesimen yang dilakukan yaitu metode PCR (polymerase chain reaction) dan genom sequencing.

Untuk metode PCR, sejak ditemukannya COVID-19 di Indonesia, beberapa BBTKL (Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan) dan BTKL (Balai Teknologi Kesehatan Lingkungan) juga telah mampu melakukan tes tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya