IDI Ungkap Alasan Kenapa APD Masih Kurang untuk Tenaga Medis COVID-19

Alat pelindung diri (APD) hanya sekali pakai, shift kerja yang baik untuk tenaga medis COVID-19 dibutuhkan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 23 Mar 2020, 22:00 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2020, 22:00 WIB
Ruang Isolasi Pasien Corona di Aceh
Petugas medis dengan pakaian pelindung menyiapkan ruang isolasi di sebuah rumah sakit di Banda Aceh, Selasa (3/3/2020). Di Aceh, dua rumah sakit menjadi rujukan pasien virus Corona, yakni Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh dan RSUD Cut Meutia, Aceh Utara. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Alat pelindung diri (APD) yang dipakai tenaga medis untuk melayani pasien Corona COVID-19 rupanya hanya sekali pakai. Risiko penyebaran virus dan tingkat kontaminasi yang tinggi membuat APD hanya digunakan sekali pakai saja.

Seiring dengan hal itu, perlu pengaturan shift kerja bagi para tenaga medis di garda depan, seperti klinik, puskesmas, dan rumah sakit di seluruh Tanah Air yang menangani pasien COVID-19.

"APD itu hanya sekali dipakai. Setelah dipakai, langsung dibuang dan dihancurkan," ucap Ketua Umum Pengurus Besar (PB IDI) Daeng M Faqih kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Senin (23/3/2020).

Dalam hal ini, ketika melayani kembali pasien lain, tenaga medis mengenakan APD yang baru. Tak ayal, APD pun sangat dibutuhkan dalam jumlah besar.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Perhitungan Jumlah APD

Mengintip Ruang Isolasi Pasien Virus Corona di RSUP Persahabatan
Tim medis saat menangani pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona atau COVID-19 di ruang isolasi Gedung Pinere, RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, Rabu (4/3/2020). RSUP Persahabatan menangani 31 pasien dalam pemantauan dan pengawasan dari potensi terpapar virus corona. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Seiring pertambahan kasus, tenaga medis yang dibutuhkan juga banyak. Daeng menggambarkan bagaimana perhitungan jumlah APD.

"Kita kan terus ada pertambahan kasus ya. Misalnya, prediksi kasus pasien yang dirawat itu jumlahnya 20 persen dari seluruh kasus," lanjutnya.

"Perhitungan normalnya kalau ada tiga shift kerja, masing-masing 8 jam atau dua shift dengan pembagian masing-masing 12 jam. Nah, satu shift bisa 5-6 orang."

Hitungan prediksi APD yang dibutuhkan, lanjut Daeng, yaitu kebutuhan minimal 5-6 personel dikali jumlah shift dikali jumlah kasus positif dikali berapa hari pasien dirawat dikali jumlah pasien yang dirawat.

Tenaga Medis yang Diisolasi

Ruang Isolasi Pasien Corona di Aceh
Petugas medis dengan pakaian pelindung menyiapkan ruang isolasi di sebuah rumah sakit di Banda Aceh, Selasa (3/3/2020). Di Aceh, dua rumah sakit menjadi rujukan pasien virus Corona, yakni Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh dan RSUD Cut Meutia, Aceh Utara. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Wakil Ketua Umum I PB IDI Adib Khumaidi juga menekankan, pengaturan shift kerja juga perlu dalam penanganan pasien Corona COVID-19.

"APD itu standar hanya sekali pakai. Jadi pengaturan shift kerja ini juga perlu. Apalagi proses isolasi juga terjadi pada beberapa tenaga medis, yang menangani pasien COVID-19 di rumah sakit rujuan," ujar Adib lewat sambungan telepon kepada Health Liputan6.com, Senin (23/3/2020).

"Ada yang sudah dalam isolasi, tapi kita berdoa semoga tidak ada tenaga medis yang menjadi positif COVID-19. Kalau positif kan juga diperhitungkan (ada penambahan tenaga medis)."

Dalam hal ini, strategi pengaturan jam pelayanan tenaga medis dijadwalkan dengan baik.

Di sisi lain, Adib juga berharap pemerintah memberikan jaminan asuransi kesehatan untuk mengantisipasi jika sesuatu yang terburuk terjadi, seperti kematian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya