Psikolog: Wisata Virtual Lebih Banyak Sisi Positifnya

Psikolog sosial yang juga traveler, Nirmala Ika, menyebut wisata virtual memiliki lebih banyak sisi positif dibanding sisi negatifnya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 17 Mei 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2020, 09:00 WIB
Wisata Virtual di Georgia Aquarium
Wisata Virtual di Georgia Aquarium di Georgia, AS. (dok.Instagram @georgiaaquarium/https://www.instagram.com/p/BvO-5h2DnKP/Henry)

Liputan6.com, Jakarta Psikolog sosial yang juga pecinta traveling, Nirmala Ika, menyebut wisata virtual memiliki lebih banyak sisi positif dibanding sisi negatifnya. Menurutnya, wisata virtual bermanfaat bagi kesehatan mental terlebih selama pandemi COVID-19 ini berlangsung.

Tak hanya murah atau bahkan gratis, wisata virtual juga memungkinkan para wisatawan untuk pergi ke tempat yang sangat jauh seperti di luar negeri.

“Kalau dalam kondisi biasa kita mungkin enggak akan kepikiran bisa ke sebuah pulau kecil di negara mana, dengan wisata virtual kita bisa ke sana. Itu positifnya, memanjakan kita dengan pemandangan-pemandangan yang indah itu membantu,” ujar Ika kepada Liputan6.com, (15/5/2020).

Wisata virtual, menurut Ika, juga dapat memberi pengalaman yang lebih netral daripada melihat unggahan foto teman.

“Biasanya kan kita lihat foto pemandangan di Instagram, tapi sering kali yang kita lihat itu adalah foto-foto teman kita yang jalan-jalan, kalau begitu akan ada perasaan iri.”

“Kalau wisata virtual kan netral, terbuka untuk siapa saja jadi efeknya lebih bagus. Lebih banyak positifnya sih menurut aku.”

Simak Video Berikut Ini:


Tanpa Lelah dan Mengantre

Wisata virtual ke jerman
Wisata virtual ke jerman. (Foto: Dok. GNTB)

Manfaat lain dari wisata virtual adalah, setiap orang dapat mengetahui seluk beluk sebuah tempat wisata tanpa harus mengantre dan merasa lelah.

“Seperti museum terkenal di Perancis, kalau datang langsung kan itu antreannya panjang banget. Kalau dengan virtual kita bisa lihat isi museum tanpa harus datang langsung.”

Wisata virtual juga dapat dijadikan sarana observasi atau survei tempat sebelum mengunjungi secara langsung. Ika mencontohkan, misal seseorang yang suka wisata alam cenderung menghindari museum.

Tapi dengan wisata virtual orang itu dapat mencoba tanpa harus merasa rugi jika perjalanannya membosankan atau tak sesuai ekspektasi. Begitu pun sebaliknya.

“Kalau suka dengan tempatnya bisa saja tempat tersebut menjadi salah satu destinasi tujuan untuk dikunjungi langsung di kemudian hari.”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya