Sembuhkan Patah Tulang, Pilih ke Dokter atau Alternatif Patah Tulang?

Mayoritas negara maju sudah tidak menganut praktik patah tulang tradisional lagi, dan sepenuhnya mengandalkan ilmu ortopedi yang memang semakin maju.

oleh Gilar Ramdhani pada 02 Jul 2020, 10:00 WIB
Diperbarui 31 Agu 2020, 11:55 WIB
Lip 6 default image
Gambar ilustrasi

Liputan6.com, Jakarta Di Indonesia, pengobatan alternatif atau tradisional masih menjadi pilihan masyarakat untuk menanggulangi suatu penyakit atau penderitaan baik yang diakibatkan kecelakaan maupun sebab lainnya. Dalam pengobatan patah tulang misalnya, masih ditemukan sebagian masyarakat kita yang memilih pengobatan alternatif patah tulang sebagai pilihan pertama untuk menyembuhkan masalah patah tulang.

Beberapa alasan masyarakat memilih untuk berobat ke dukun atau tukang pijat patah tulang adalah karena faktor kepercayaan yang mendasari, biaya yang lebih murah dan praktis tanpa harus mengurus administrasi.

Dunia kedokteran menganggap pengobatan alternatif tidak ada di dalam kamus kedokteran. Namun Nicolaas Budhiparama MD., PhD., ahli bedah Ortopedi dan Traumatologi, berpendapat untuk memberikan pengertian kepada masyarakat sejauh mana pengobatan alternatif ini dapat diterapkan.

Praktek Ortopedi vs Alternatif Patah Tulang

Liputan 6 default 5
Ilustraasi foto Liputan 6

Selama beberapa dekade terakhir, ilmu ortopedi telah berkembang sangat pesat, terutama dengan sistem fiksasi interna (pen dalam), sistem fiksasi eksterna (pen luar), dan sistem imobilisasi (gips konvensional maupun sintetik).

Dalam era modern ini, praktek orthopedi telah jauh meninggalkan praktik patah tulang tradisional dalam hampir segala hal: tingkat keberhasilan, kecepatan penyembuhan tulang, kenyamanan, dan yang paling penting kepuasan pasien.

Saat ini, mayoritas negara maju sudah tidak menganut praktik patah tulang tradisional lagi, dan sepenuhnya mengandalkan ilmu ortopedi yang memang semakin maju dan terbukti dapat menangani kasus-kasus patah tulang dengan hasil yang memuaskan.

Di seluruh belahan dunia, hanya segelintir negara berkembang yang masyarakatnya masih pergi berobat ke dukun patah tulang, seperti beberapa negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Di beberapa negara yang sangat tertinggal, misalnya Nigeria, dukun patah tulang bahkan terhitung menangani 70-90% dari seluruh kasus patah tulang di negara tersebut, karena jumlah dokter spesialis ortopedi yang masih sangat minim.

Turunnya praktek pengobatan alternatif oleh dukun patah tulang di beberapa negara berkembang salah satu faktornya karena banyak kasus pasien yang mengalami cedera langsung berobat ke dukun patah tulang, diurut dan ditangani, lalu baru datang ke rumah sakit dalam keadaan cederanya semakin nyeri, semakin bengkak, dan setelah di rontgen tulang patahnya dalam kondisi yang tidak membaik.

Praktik pengobatan alternatif berujung komplikasi

Liputan 6 default 2
Ilustraasi foto Liputan6

“Praktik tradisional kerap berujung pada beberapa komplikasi seperti infeksi yang mengakibatkan gangren dan sepsis, sindrom kompartemen, non union atau tulang tidak menyambung, dan malunion atau tulang menyambung tapi dalam keadaan memendek atau bengkok,” ujar dr. Toto Suryo Efar, SpOT.

Beberapa komplikasi tersebut dapat berujung pada amputasi atau bahkan kematian. Mirisnya, semua komplikasi di atas sesungguhnya dapat dicegah apabila ditangani sejak awal oleh personel medis yang kompeten.

Sedikitnya ada dua faktor yang menyebabkan pengobatan alternatif atau tradisional berujung komplikasi.

Pertama, diagnosis yang kurang tepat, biasanya karena si “orang pintar” merasa sudah mengetahui penyakit pasien padahal belum pemeriksaan rontgen. Kedua, kurangnya pengetahuan dan kompetensi si “orang pintar,” dipikirnya semua kasus bisa ditangani tanpa operasi padahal tidak demikian.

Dalam ilmu ortopedi dan traumatologi, memang benar bahwa tidak semua jenis patah tulang mesti dioperasi.

Kasus patah tulang dapat ditangani dengan berbagai pilihan, tergantung dari lokasi patah tulang, tingkat keparahan cedera, ada tidaknya luka terbuka, ada tidaknya cedera saraf atau pembuluh darah, dan beberapa faktor lainnya.

Semua pertimbangan tersebut dimiliki oleh seorang dokter spesialis ortopedi dan traumatologi. Dengan kata lain, dokter ortopedi mengetahui kasus mana yang seharusnya dioperasi dan kasus mana yang bisa ditangani tanpa operasi.

Kalau suatu kasus bisa dioperasi atau tidak dioperasi, masing-masing pilihan mempunyai kelebihan dan kekurangan tertentu, yang juga seharusnya dapat dijelaskan oleh dokter ortopedi.

Potensi Kolaborasi Alternatif dan Dokter Orthopedi

Berlandaskan pada kenyataan tersebut, kolaborasi antara dokter dengan pengobatan alternatif sangatlah mungkin terjadi, karena keduanya sama-sama memiliki tujuan penting yang ingin dicapai yakni kesembuhan pasien. Apalagi memang realita di masyarakat saat ini kepercayaan terhadap pengobatan alternatif masih tinggi, khususnya di daerah-daerah yang akses ke dokter dan rumah sakit terlalu jauh.

Liputan 6 default 3
Ilustraasi foto Liputan 6

Oleh karena itu, pasien yang tertarik untuk berobat alternatif untuk memperhatikan beberapa hal di bawah ini.

1. Sebelum pergi ke dukun patah tulang, datanglah terlebih dahulu ke instalasi gawat darurat atau poliklinik rumah sakit terdekat agar pasien dapat di rontgen terlebih dahulu untuk mengetahui masalah tulang bagian bawah kulit yang tidak terlihat kasat mata.

2. Berobatlah ke dokter spesialis ortopedi dan traumatologi, dapatkan informasi yang benar, apakah pilihan tata laksananya (tidak semua kasus harus dioperasi), juga keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan.

3. Apabila benar kasus yang dibawa memungkinkan untuk ditangani secara tradisional, pasien boleh dibawa ke dukun patah tulang dengan aman. Namun, tentunya bermodalkan advis dan himbauan yang terpercaya sesuai dengan keilmuan terkini.

"Saya sering mengedukasi dukun patah tulang atau sinshe, agar mereka mengetahui sejauh mana tindakan yg dapat mereka lakukan sehingga memberi benefit kepada pasien yang tetap memaksakan berobat ke alternatif. Apalagi dengan sistem jaminan kesehatan nasional (BPJS), pengobatan ortopedi yang tercanggih sekalipun dapat ditanggung oleh negara," ujar Nicolaas.

 

Artikel ini bekerja sama dengan Nicolaas Budhiparama, MD., PhD., SpOT(K) dari Nicolaas Institute of Constructive Orthopedic Research & Education Foundation for Arthroplasty & Sports Medicine. www.dokternicolaas.com, dan Instagram @nicolaasmdphd

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya