Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi baru menemukan adanya peningkatan risiko kematian akibat COVID-19 pada pasien obesitas. Berdasarkan data tersebut, obesitas meningkatkan risiko kematian sampai 50% dan bahkan dengan vaksin pun tidak akan efektif.
Studi yang merupakan kolaborasi antara University of North Carolina (UNC), Saudi Health Council, dan World Bank ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah untuk mengatasi obesitas, khususnya di Inggris karena Perdana Menteri Boris Johnson sedang mempromosikan kesehatan dan mengurangi obesitas.
Baca Juga
Laporan ini muncul menjelang laporan dari Institute for Public Policy Research yang meminta pemerintah untuk berinisiatif dalam membatasi iklan junk food dan penawaran supermarket.
Advertisement
Thinktank yang merupakan lembaga penelitian di Inggris yang mengangkat topik-topik seperti kebijakan sosial, strategi politik, ekonomi, militer, teknologi, dan budaya menyarankan untuk meningkatkan pajak sebesar 8% untuk restoran yang menjual makanan tidak sehat yang melebihi kepadatan energi atau jumlah kalori tertentu.
Pajak semacam itu telah berhasil di Meksiko dan Hongaria. Di sana, orang-orang makan junk food lebih sedikit sehingga produsen menyusun ulang produk mereka menjadi lebih sehat, dilansir dari Guardian.
Simak Video Berikut Ini:
Obesitas rentan terkena Virus COVID-19
Berdasarkan data, AS dan Inggris memiliki tingkat obesitas tertinggi di dunia. Data pemerintah AS menunjukkan bahwa lebih dari 40% orang Amerika mengalami obesitas. Sedangkan angka di Inggris lebih dari 27% orang dewasa.
Studi baru dari University of North Carolina di Chapel Hill tentang efek COVID-19 pada orang dengan obesitas, yang didefinisikan sebagai BMI di atas 30, menemukan bahwa mereka berisiko lebih besar terkena virus dalam segala hal. Risiko mereka berakhir di rumah sakit dengan COVID-19 meningkat 113%, membutuhkan perawatan intensif sebesar 74%, dan kematian akibat virus sebesar 48%.
Studi tersebut dipimpin oleh Prof Barry Popkin, dari Departemen Nutrisi di Gillings Global School of Public Health UNC, yang ia sendiri terkejut akan hasilnya. Risiko kematian Covid-19 bagi orang dengan obesitas secara signifikan lebih tinggi daripada yang diperkirakan siapa pun.
“Itu efek yang cukup besar bagi saya. Ini pada dasarnya meingkat 50%. Itu angka menakutkan yang cukup tinggi. Jauh lebih tinggi dari yang pernah saya duga," katanya kepada Guardian. Ia menambahkan bahwa risiko penularan virus bagi penderita obesitas bisa berlipat ganda baik dirawat di rumah sakit, risiko kematian dan masuk ruang ICU.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Obesity Reviews ini merupakan meta-analisis, yang menyatukan data dari banyak studi yang dilakukan di seluruh dunia, termasuk China, Prancis, Italia, Inggris, dan AS. Obesitas adalah masalah global yang belum ada negara yang berhasil mengatasinya.
Orang dengan obesitas sering kali memiliki kondisi medis mendasar yang membuat mereka berisiko lebih besar terkena virus corona, seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Obesitas juga dapat menyebabkan perubahan metabolisme, seperti resistensi insulin dan peradangan yang membuat tubuh lebih sulit melawan infeksi.
“Individu dengan obesitas juga lebih mungkin mengalami penyakit fisik yang mempersulit dalam melawan penyakit ini, seperti sleep apnea, yang meningkatkan hipertensi paru, atau indeks massa tubuh yang meningkatkan kesulitan perawatan di rumah sakit dengan intubasi,” kata rekan studi tersebut penulis, Prof Melinda Beck.
Popkin berpendapat walaupun vaksin dapat membantu memerangi Covid-19, namun berdasarkan pengalaman dari tes vaksin Sars dan vaksin flu, kemungkinan dampaknya akan berkurang pada penderita obesitas dibandingkan pada orang dengan BMI normal.
Popkin mengatakan pengembang vaksin harus melihat data dari uji klinis mereka untuk mengetahui efek obesitas. "Mereka mungkin kemudian harus mempertimbangkan ini dan melakukan beberapa pengujian dalam vaksin untuk membuatnya bekerja lebih baik untuk orang gemuk," katanya.
Advertisement