Liputan6.com, Jakarta Sebagai upaya pengadaan vaksin COVID-19 di Indonesia, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) segera akan membentuk konsorsium dan mencoba mengembangkan vaksin dengan pendekatan cepat, efektif, dan mandiri.
Kemenristek/BRIN menilai, faktor kemandirian penting dalam pengembangan vaksin COVID-19 karena Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar. Artinya vaksin COVID-19 harus bisa memenuhi kebutuhan vaksinasi 260 juta penduduk di Tanah Air.
Baca Juga
Selain itu, apabila vaksinasi dilakukan lebih dari satu kali per orang maka Kemenristek/BRIN memperkirakan kebutuhan vaksin COVID-19 bisa mencapai lebih dari 300-400 juta ampul.
Advertisement
"Kenapa kemandirian penting? Karena Indonesia adalah negara dengan penduduk 260 juta jiwa yang tentunya semuanya membutuhkan vaksin dan ada kemungkinan apabila vaksinasi dilakukan lebih dari satu kali per orang maka kebutuhan vaksin COVID-19 ini bisa mencapai jumlah di atas 300 sampai 400 juta ampul. Dan otomatis ini membutuhkan kemandirian baik dalam sisi produksi maupun juga dalam sisi pengembangan bibit vaksinnya," jelas Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro dalam konferensi pers "Mutasi Coronavirus D614G" yang disiarkan langsung secara daring dari Graha BNPB Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Vaksin yang diupayakan melalui bibit vaksin dan produksi dalam negeri itu disebut Vaksin Merah Putih.
Â
Â
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Dikembangkan oleh Beberapa Institusi
Pengembangan bibit vaksin COVID-19 di Indonesia dilakukan oleh beberapa institusi, salah satunya oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang berada di bawah Kemenristek/BRIN.
Saat ini, Bambang mengatakan, Eijkman tengah mengembangkan vaksin COVID-19 dengan platform sub-unit protein rekombinan, baik yang berbasis sel mamalia maupun sel ragi, juga dengan pendekatan virus yang dilemahkan (inactivated virus).
"Jadi ada tiga platform yang akan dikembangkan oleh Lembaga Eijkman," kata Bambang.
Selain Eijkman, Bambang menyebut ada empat institusi lain yang juga tengah mengembangkan vaksin Merah Putih. Keempat institusi tersebut yakni Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Masing-masing institusi tersebut memgembangkan vaksin Merah Putih dengan platform berbeda. Universitas Indonesia (UI) mengembangkan tiga platform: DNA, RNA, dan virus like particle.
Sementara tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform adenovirus (virus yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan bagian atas). Demikian juga dengan Unair yang mengembangkan vaksin dengan platform adenovirus. Sedangkan LIPI mengembangkan vaksin dengan platform protein rekombinan.
"Jadi kita bersyukur ada banyak peneliti kita yang berupaya untuk meneliti dan harapannya bisa mengembangkan dan melahirkan bibit vaksin yang nantinya siap untuk diproduksi."
Advertisement
Rangkul Pihak Swasta Nasional
Untuk produksi vaksin, produsen vaksin Bio Farma diperkirakan mampu menghasilkan 250 juta ampul vaksin pada 2021. Untuk bisa menunjang Bio Farma, Konsorsium Vaksin Merah Putih juga merangkul perusahaan-perusahaan swasta nasional.
Bambang menyebut, perusahaan-perusahaan swasta yang akan mendukung produksi vaksin itu tengah mempersiapkan diri seperti mengajukan izin cara produksi obat dengan baik (CPOB) pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Â