Liputan6.com, Jakarta Sebuah survei pemerintah AS melaporkan, menurunnya pengguna rokok elektrik di kalangan remaja secara signifikan selama setahun terakhir.
Pergeseran tren ini tercantum di National Youth Tobacco Survey 2020, yang menampilkan penggunaan produk terkait tembakau tahunan oleh remaja, yang dikelola oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Selain itu, pengumpulan data tahun ini kurang menyeluruh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena pandemi COVID-19 mengganggu siklus survei penuh.
Baca Juga
6 Strategi Ampuh yang Membawa Timnas Indonesia Menang 2-0 Melawan Arab Saudi: Peran Tersembunyi Sandy Walsh!
Shin Tae-yong Beber Alasan Ubah Formasi saat Timnas Indonesia vs Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026
Harga Mahal Kemenangan Timnas Indonesia Atas Arab Saudi, 2 Pilar Absen Melawan Australia
Namun data yang terkumpul sudah cukup banyak untuk menunjukkan pergeseran tren. Di antara siswa sekolah menengah, 19,6 persen dilaporkan menggunakan rokok elektrik setidaknya sekali dalam 30 hari sebelumnya, menurun drastis dari 27,5 persen pada 2019. Artinya sama dengan penurunan 1 juta pengguna rutinan, yaitu menjadi 3 juta dari 4,1 juta setahun sebelumnya.
Advertisement
Pengguna rokok elektrik yang melaporkan sendiri juga menurun di kalangan siswa menengah, menjadi 550.000 pengguna dari 1,24 juta. Penggunaan rokok elektrik telah tumbuh secara konsisten sejak 2011, meskipun sempat mengalami penurunan antara 2015 dan 2016.
Direktur CDC, Robert R. Redfield menyatakan penurunan tersebut merupakan pencapaian kesehatan masyarakat yang penting. Bagaimanapun, penggunaan rokok elektrik di kalangan remaja masih perlu menjadi perhatian.
"Penurunan pesat ini mencerminkan upaya ketegasan dari para ahli kesehatan masyarakat dalam menjelaskan risiko rokok elektrik, dikombinasikan dengan pelajaran hidup tentang risiko rokok elektrik, seperti menurut penelitian sedikitnya 68 orang meninggal dan 2.807 telah dirawat di rumah sakit pada Februari tahun ini dengan diagnosis penyakit terkait paru-paru yang terkait vaping," tulis CDC, seperti dikutip NyPost.
Banyak dari kasus tersebut ternyata dikaitkan dengan vaping ganja ang telah dicampur dengan bahan kimia yang disebut vitamin E asetat, tetapi beberapa pasien juga ternyata melakukan vaping nikotin. Hal ini mendorong pemerintah bertindak dalam membatasi penggunaan produk vaping pada remaja.
Trump pun memberlakukan larangan rokok elektrik beraroma. Namun di dalamnya masih terdapat celah, yaitu meskipun larangan diterapkan pada perangkat populer seperti JUUL (salah satu merk rokok elektrik buatan AS yang mengemas garam nikotin dari tembakau daun ke dalam kartrid sekali pakai), namun masih memungkinkan penjualan rokok elektrik beraroma sekali pakai.
Simak Video Berikut Ini:
Rokok elektrik sekali pakai
Sayangnya, data menunjukkan bahwa penggunaan rokok elektrik sekali pakai justru melonjak. Penjualan produk rokok elektrik sekali pakai telah melonjak di kalangan remaja yang menggunakan rokok elektrik, dan menurut survei baru mengkonfirmasi kenaikan 1.000 persen.
Pada tahun 2020, sebanyak 26,5 persen pengguna rokok elektronik pada siswa sekolah menengah mengatakan mereka telah menggunakan produk sekali pakai selama 30 hari terakhir, dibandingkan 2,4 persen pada tahun sebelumnya. Khususnya, menurut CDC, 8 dari 10 pengguna remaja mengatakan bahwa mereka menggunakan vape rokok elektrik rasa buah dan mint.
“Penurunan ini merupakan kabar baik, yang seharusnya diberlakukan sejak lama dan akan lebih baik jika mereka melarang semua produk termasuk yang beraroma. Faktanya anak-anak hanya pindah dan tidak berhenti seutuhnya,” kata Matthew Myers, presiden Campaign for Tobacco-Free Kids.
Advertisement