Liputan6.com, Jakarta Ujung dari pandemi COVID-19 masih terus menjadi bahan pertanyaan dan kajian oleh para peneliti di seluruh dunia. Sebuah pernyataan yang sempat timbul beberapa waktu lalu adalah terkait berubahnya penyakit akibat virus corona ini menjadi penyakit musiman.
Baru-baru ini, sebuah studi yang dimuat di Frontiers in Public Health mengemukakan bahwa ada kemungkinan, COVID-19 akan menjadi virus musiman di negara-negara dengan iklim sedang. Namun, hal ini hanya bisa terjadi apabila kekebalan kelompok (herd immunity) bisa tercapai.
Baca Juga
"COVID-19 akan tetap ada dan akan terus menyebabkan wabah sepanjang tahun hingga kekebalan kawanan tercapai," kata penulis senior dari studi ini, Dr. Hassan Zaraket dari American University of Beirut, Lebanon seperti dikutip dari EurekAlert pada Kamis (17/9/2020).
Advertisement
"Oleh karena itu, publik butuh belajar untuk hidup dengannya dan melanjutkan praktik tindakan pencegahan terbaik, termasuk memakai masker, menjaga jarak secara fisik, menjaga kebersihan tangan, dan menghindari kerumunan," Zaraket menambahkan.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Pengaruh Suhu
Dalam laporannya, para peneliti mengatakan bahwa virus yang menyerang pernapasan, termasuk virus corona memiliki insidensi tinggi selama musim dingin di daerah beriklim sedang seperti halnya influenza dan beberapa jenis virus corona lain penyebab flu.
Penyakit-penyakit tersebut di daerah beriklim sedang akan memuncak di musim dingin namun akan tetap bersirkulasi sepanjang tahun di wilayah tropis. Para peneliti pun meninjau virus-virus tersebut, memeriksa faktor virus dan inang yang mengontrol musimnya serta pengetahuan terbaru mengenai stabilitas dan penularan SARS-CoV-2.
Dikutip dari Live Science, para peneliti masih belum tahu pasti mengapa ada pola musiman pada virus ini.
Namun, sejumlah faktor diduga memiliki peran seperti virus pernapasan yang lebih stabil dan bertahan di udara lebih lama pada lingkungan dengan suhu dingin dan kelembapan rendah atau perilaku manusia seperti berkumpul dalam ruangan saat musim dingin yang juga bisa meningkatkan penularan.
Sebuah studi awal mengenai SARS-CoV-2 juga menyatakan bahwa penularan virus tersebut meningkat pada suhu yang lebih dingin dan menurun di suhu yang lebih hangat.
Advertisement
Melalui Kekebalan Kelompok
Mereka menambahkan, dibandingkan dengan virus pernapasan lain, SARS-CoV-2 memiliki tingkat penularan (R0) yag lebih tinggi. Ini berarti, faktor-faktor yang mempengaruhi virus musiman lain belum tentu dapat menghentikan penyebaran COVID-19 di musim panas.
Namun, apabila kekebalan kelompok diperoleh melalui infeksi alami dan vaksinasi, R0 akan turun secara substansial dan membuat virusnya lebih rentan terhadap faktor musiman. Hal semacam ini juga dilaporkan terjadi pada virus corona baru yang lain seperti NL63 dan HKU1.
Zaraket dan rekannya, Hadi Yassine dari Qatar University di Doha menambahkan kepada Live Science, apabila vaksin tersedia, mungkin itu akan mengurangi penyebarannya namun tidak sepenuhnya menghilangkan virusnya.
Hal tersebut karena kemungkinan, perlindungan yang ditawarkan vaksin bisa menurun seiring berjalannya waktu atau virus yang bermutasi untuk menghindari perlindungan kekebalan.
"Ini tetap virus baru dan meskipun ilmu pengetahuan berkembang pesat tentangnya, masih ada hal-hal yang tidak diketahui. Apakah prediksi kami benar atau tidak masih harus dilihat di masa depan," kata Zaraket.
"Namun kami pikir itu sangat mungkin, mengingat apa yang kita ketahui sejauh ini, COVID-19 pada akhirnya akan jadi musiman seperti virus corona lainnya."
Infografis Tenggat 2 Pekan Turunkan Kasus Harian Covid-19
Advertisement