Ilmuwan Kembangkan Kecerdasan Buatan untuk Skrining OTG COVID-19 Lewat Suara Batuk

Para peneliti di MIT mengembangkan kecerdasan buatan yang berpotensi digunakan sebagai alat skrining COVID-19, dengan memperdengarkan suara batuk dari mereka yang tidak bergejala

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 07 Nov 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2020, 14:00 WIB
Ilustrasi Batuk
Ilustrasi Batuk. Foto: Pixabay (Mohamed_Hassan).

Liputan6.com, Jakarta Cara penularan yang paling dikhawatirkan dari COVID-19 adalah melalui percikan dari orang yang tidak bergejala. Baru-baru ini, sebuah kecerdasan buatan dikembangkan untuk mendeteksi risiko virus corona hanya dari suara batuk seseorang.

Sekelompok peneliti dari Massachusetts Instutite of Technology, Amerika Serikat tengah mengembangkan model kecerdasan buatan yang mampu mendeteksi kasus COVID-19 tanpa gejala, hanya dengan memperdengarkan perbedaan antara batuk pada orang sehat dan mereka yang serinfeksi.

Dilaporkan Live Science pada Jumat (6/11/2020), para peneliti tersebut saat ini sedang melakukan uji klinis dan telah mengajukan izin dari Food and Drug Administration, agar alat ini bisa digunakan sebagai alat skrining.

Algoritma yang digunakan didasarkan pada model sebelumnya yang juga dikembangkan tim untuk mendeteksi kondisi seperti pneumonia, asma, hingga Alzheimer.

Salah satu penulis studi dan peneliti di Auto-ID Laboratory MIT, Brian Subirana mengatakan, ketika pandemi COVID-19 mulai menyebar, mereka bertanya-tanya apakah model kecerdasan buatan untuk Alzheimer bisa digunakan untuk mendiagnosis COVID-19.

Hal ini didasarkan pada bukti yang berkembang, bahwa pasien yang terinfeksi mengalami beberapa gejala neurologis serupa gangguan neuromuskuler sementara.

"Suara bicara dan batuk sama-sama dipengaruhi oleh pita suara dan organ di sekitarnya," kata Subirana dikutip dari MIT News.

 

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Kumpulkan Lebih dari 70 Ribu Rekaman Batuk

Ilustrasi Batuk
Ilustrasi batuk/credit @pixabay/mohamed_hassan

Untuk studinya, para peneliti membuat sebuah laman tempat sukarelawan, baik yang sehat atau yang mengidap COVID-19, merekam batuk yang dipaksakan dengan ponsel dan komputer. Lalu mereka mengisi survei tentang diagnosis dan gejala yang dialaminya.

Lebih dari 70 ribu rekaman batuk dikumpulkan. Dari jumlah tersebut, 2.600 berasal dari pasien COVID-19 dengan atau tanpa gejala.

Lalu, mereka menggunakan 4.256 sampel untuk melatih model kecerdasan buatan mereka dan 1.064 sampel untuk menguji apakah teknologi mereka dapat mendeteksi perbedaan batuk pasien COVID-19 dengan orang yang sehat.

Tanpa banyak perubahan pada kerangka kerja kecerdasan buatan untuk Alzheimer, mereka menemukan bahwa teknologi tersebut mampu mengambil pola di empat penanda biologis: kekuatan pita suara, sentimen, kinerja paru-paru dan pernapasan, serta degradasi otot, yang dibuat khusus untuk COVID-19.

Hasilnya, teknologi tersebut secara akurat mengidentifikasi 98,5 persen batuk dari orang yang dipastikan mengidap COVID-19, termasuk 100 persen batuk dari orang tanpa gejala.

"Kami pikir ini menunjukkan bahwa cara Anda menghasilkan suara berubah saat Anda terjangkit COVID, meski Anda tidak menunjukkan gejala," kata Subirana.

Bukan Alat Diagnosis Orang Bergejala

Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)
Gambar ilustrasi Virus Corona COVID-19 ini diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Centers For Desease Control And Prevention (CDC). (AFP)

Namun, Subirana menegaskan bahwa kecerdasan ini bukan untuk mendiagnosis orang yang bergejala. Alat ini hanya memiliki kemampuan mendeteksi batuk pada orang tanpa gejala dengan batuk yang sehat.

Tim peneliti juga tengah bekerja sama dengan beberapa rumah sakit di seluruh dunia dalam pengembangan teknologi ini, untuk mengumpulkan lebih banyak dan lebih beragam sampel batuk. Hal ini untuk melatih dan mempertajam akurasi kecerdasan buatan.

Para peneliti pun membayangkan, nantinya model kecerdasan buatan audio seperti yang mereka kembangkan, dapat digunakan dalam speaker pintar dan alat pendengar lain, sehingga orang-orang dengan mudah mendapatkan penilaian awal terkait risiko penyakit mereka, bahkan setiap hari.

"Pandemi bisa menjadi sesuatu dari masa lalu jika alat pra-skrining selalu aktif di latar belakang dan terus ditingkatkan," tulis para peneliti. Mereka mengatakan, alat itu bisa jadi speaker pintar atau ponsel pintar.

Laporan pengembangan kecerdasan buatan tersebut dipublikasikan para peneliti di IEEE Journal of Engineering in Medicine and Biology.

Infografis 7 Gejala Anda Terjangkit Covid-19

Infografis 7 Gejala Anda Terjangkit Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 7 Gejala Anda Terjangkit Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya