Berpikir Positif di Masa Pandemi, Hati-Hati Terjebak "Toxic Positivity"

Menumbuhkan sikap optimistis dengan berpikir positif adalah hal yang penting di masa pandemi, namun psikolog mengingatkan agar orang tetap waspada dan tidak terjebak dalam suatu "toxic positivity"

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 15 Nov 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2020, 08:00 WIB
Kebiasaan
ilustrasi optimisme Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta Menjaga mental tetap sehat dengan berpikir positif adalah suatu hal yang penting di masa pandemi COVID-19. Namun, jangan sampai kita terjebak pada suatu hal yang disebut "toxic positivity."

Liza Marielly Djaprie, psikolog klinis dan hipnoterapis mengatakan, menumbuhkan optimisme tidaklah sama dengan "toxic positivity" atau berpikir positif yang berlebihan atau keterlaluan.

"'Toxic positivity itu adalah ketika kita tidak mencoba mengolah rasa, isu, atau masalah yang ada, dan hanya terus-terusan mengatakan 'Tidak kok baik-baik saja' atau 'Tidak, saya kuat kok' seperti itu terus," ujarnya.

"Padahal sebenarnya ada rasa yang sedih, stres, takut, yang sebenarnya adalah hal yang wajar," kata Liza dalam sebuah dialog dari Graha BNPB, Jakarta beberapa waktu lalu, ditulis Kamis (12/11/2020).

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

 

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Mengakui Perasaan yang Muncul

tips bahagia
ilustrasi optimisme/Photo by Nursultan Bakyt on Unsplash

Liza mengatakan, reaksi yang tidak normal dalam kondisi yang tidak wajar merupakan sesuatu yang normal. Sehingga, perasaan takut, sedih, dan semacamnya adalah suatu hal yang wajar.

Maka dari itu, untuk menumbuhkan optimisme di masa yang tidak menentu, Liza mengatakan yang harus dilakukan pertama kali adalah mengakui setiap perasaan yang muncul terlebih dulu.

"Kemudian kita seimbangkan dengan analisa kita, misalnya 'saya bisa kok berolahraga setiap hari, kalau saya berolahraga paling tidak 30 menit dalam sehari saya pasti happy' atau 'saya belum bisa ketemu dengan keluarga, tapi saya mau video call terus-terusan, sepertinya sudah lama tidak video call,'" kata Liza.

"Jadi ada hal-hal yang kita secara optimistis melakukan aksi, untuk kemudian rasa positif itu juga muncul. Itu yang harus dibina," kata Liza.

"Jadi tidak bisa seseorang mengatakan 'aku orangnya positif' tetapi tidak ngapa-ngapain. Ada isu yang tidak kelar dan membuat menjadi tumpukan stres yang berikutnya."

Infografis 4 Hal Positif untuk Kesembuhan Pasien Covid-19

Infografis 4 Hal Positif untuk Kesembuhan Pasien Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 4 Hal Positif untuk Kesembuhan Pasien Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya