Liputan6.com, Jakarta - Sebuah studi menunjukkan bahwa virus penyebab COVID-19 dapat bertahan di kain, termasuk pakaian hingga tiga hari. Penulis studi tersebut Dr. Katie Laird mengatakan penemuan ini bisa sangat berbahaya jika menyangkut pakaian yang dikenakan petugas medis.
Laird yang merupakan peneliti penyakit menular di De Montfort University, Leicester, Inggris. Ia menyebut, kain yang jarang dicuci bisa membantu menularkan virus dari pasien ke pasien dilansir dari NY Post. Menurutnya, ketika para tenaga kesehatan membawa pulang seragam mereka, mereka mungkin meninggalkan jejak virus di permukaan lain.
Baca Juga
"Ketika pandemi pertama kali dimulai, sangat sedikit pemahaman tentang berapa lama virus corona dapat bertahan hidup di tekstil," kata Laird.
Advertisement
“Temuan kami menunjukkan tiga tekstil yang paling umum digunakan dalam perawatan kesehatan berisiko menularkan virus,” lanjutnya dalam wawancara untuk situs berita universitas.
Pada jenis tekstil antara poliester, campuran poliester dan katun, dan katun murni, poliester menyimpan risiko terbesar COVID-19, bahkan setelah 72 jam. Sementara itu, pada katun murni, virus dapat bertahan satu hari, sedangkan campuran poliester dan katun tetap terkontaminasi tetesan virus yang dirancang untuk meniru air liur manusia, selama enam jam.
**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.
Saksikan juga video berikut ini
Proses pencucian juga berdampak
Peneliti juga menemukan bahwa sabun dan air panas pada suhu 67 derajat Celcius diperlukan untuk membersihkan kain katun yang biasa digunakan untuk seragam tenaga medis secara efektif. Mesin cuci rumah tangga pada umumnya hanya mampu mencuci dalam suhu 54 derajat Celcius pada pengaturan terpanasnya.
Laird pun menganjurkan staf rumah sakit untuk tidak mengenakan seragam mereka di rumah.
“Penelitian ini telah memperkuat rekomendasi saya bahwa semua seragam layanan kesehatan harus dicuci di rumah sakit atau di binatu industri,” ungkapnya.
“Metode pencucian ini diatur dan perawat serta petugas kesehatan tidak perlu khawatir tentang kemungkinan membawa pulang virus.”
Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi
Advertisement