Hoaks yang Menyebar di Masyarakat Bisa Hambat Vaksinasi COVID-19

Program vaksinasi di Indonesia sudah berjalan sejak Januari. Namun, hingga kini tak sedikit warga yang enggan divaksin lantaran termakan hoaks.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Apr 2021, 17:37 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2021, 07:00 WIB
FOTO: Mural Imbauan Protokol Kesehatan COVID-19 Hiasi Cakung Barat
Pengendara motor melintasi mural bertema imbauan protokol kesehatan COVID-19 di kawasan Cakung Barat, Jakarta, Minggu (18/10/2020). Mural karya warga setempat tersebut bertujuan mengingatkan masyarakat akan pentingnya memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Program vaksinasi COVID-19 di Indonesia sudah berjalan sejak Januari 2021. Per 9 April 2021 sudah 9,7 juta orang menerima dosis pertama dan 4,9 juta sudah menerima dua kali suntikan vaksin COVID-19. 

Namun, di tengah antusiasme warga divaksin, masih ada sebagian target sasaran hingga kini enggan divaksin lantaran termakan hoaks. Padahal, vaksinasi merupakan salah satu strategi melawan penularan virus Corona. Untuk mencapai kekebalan kelompok, setidaknya 70 persen penduduk Indonesia, yakni sekitar 181,5 juta orang harus divaksin. Sayangnya, baru 55 persen yang siap divaksin. 

“Baru 55 persen orang yang siap divaksin ... dari 55 persen mencapai 70 persen orang mau divaksin untuk kekebalan kelompok itu jauh banget,” kata  Tim Komunikasi Publik Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Donny dalam webinar Tantangan Komunikasi Publik dalam Sukseskan Vaksinasi COVID-19 Jumat (9/4/2021).

Menurut Donny, ini adalah efek media sosial yang rawan menjadi saluran penyebaran hoaks. Ia menjelaskan, berdasarkan data sebuah survei, sebanyak 54 persen warga Indonesia menggunakan media sosial sebagai kanal informasi pilihan terkait vaksin COVID-19. 

Fenomena ini kemudian menjadi salah satu penyebab banyak warga yang tidak percaya COVID ataupun menolak untuk divaksin. Parahnya, ada pula yang mengajak orang lain untuk ikut menolak vaksin. 

“Kita mau mengejar kekebalan kelompok, tapi yang terjadi adalah kebebalan kelompok,” kata Donny.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Juga Video Berikut

Gotong Royong Lawan COVID-19

Lansia dan Tenaga Pendidik Diprioritaskan Mendapat Vaksin COVID-19
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 pada tenaga pendidik di SMP 216, Jakarta Pusat, Selasa (6/4/2021). Pemerintah akan mengatur kembali pemberian vaksin Covid-19 kepada masyarakat karena terbatasnya pasokan vaksin saat ini. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam kesempatan yang sama, Tim Strategi Komunikasi Kantor Staf Presiden Dilla Amran menyebut dari data sebuah survei menunjukkan ada 24 persen warga takut efek samping vaksin, 43 persen tidak yakin efektif, dan 59 persen tidak yakin keamanannya.

“Gimana mau nyampe 70 persen kalau 59 persennya nggak yakin sama keamanannya. Belum lagi ditambah dengan segala diskursus, kehalalan, efikasi, segala macam,” kata Dilla.

Dilla pun menambahkan bahwa gotong royong bisa menjadi modal dalam melawan penyebaran COVID-19. Menurutnya, gotong royong terjadi dalam aspek komunikasi publik ataupun di luar itu.

Ketua Umum International Association of Business Communicators (IABC) Indonesia Elvera Makki mengamini hal tersebut. Vera menyebut, bahwa seseorang bisa membantu mengomunikasikan informasi ke orang-orang terdekatnya.

“Saya yang tahu cara komunikasi dengan ibu saya, adik, kakak di rumah and thats not easy. Kita yang diberi tanggung jawab karena proximity-nya lebih dekat, jadi kita yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa paling tidak surrounding kita itu satu mindset, satu goal yang sama,” ujarnya.

 

Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi

Infografis

Infografis Vaksin Sinovac Boleh Digunakan dan Halal. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Vaksin Sinovac Boleh Digunakan dan Halal. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya