Liputan6.com, Jakarta - Konsumsi alkohol di masa pandemi COVID-19 mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan alkohol merupakan minuman yang bersifat depresan.
Seperti disampaikan dokter spesialis jiwa dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Kristiana Siste. Menurutnya, ketika zat bersifat depresan, seperti yang ada di alkohol, maka zat tersebut bisa menurunkan segala kecemasan.
Baca Juga
“Pada masa pandemi ini kan orang menjadi sangat cemas, takut tertular virus, beban ekonomi, dan relasi dengan keluarga mungkin jadi buruk makanya konsumsi alkohol dilakukan untuk meredam kecemasan yang ada,” ujar Siste dalam seminar daring Medicine UI, ditulis Kamis (15/4/2021).
Advertisement
Di sisi lain, alkohol yang mudah diakses menjadi salah satu alasan mengapa minuman keras tersebut menjadi pelarian dari masalah, tambah Siste.
Faktor risiko konsumsi alkohol semakin meningkat bagi mereka yang tinggal sendirian, lanjutnya. Orang yang tinggal sendirian cenderung sulit mengutarakan perasaannya dan mencurahkan bebannya ke orang lain.
“Orang yang tinggal sendirian cenderung menyimpan masalahnya sendiri sehingga coping mechanism-nya adalah menggunakan alkohol tersebut," Siste menjelaskan.
Dari jenisnya, warga menengah ke bawah cenderung lebih memilih miras oplosan. Di samping harga yang jauh lebih murah dari alkohol lain, cara mendapatkannya pun mudah.
Siste menambahkan, prevalensi remaja usia 13-17 yang mengonsumsi alkohol di Indonesia adalah 4,4 persen berdasarkan survei pada 2016.
“Jadi kita bayangkan jumlahnya ini cukup besar karena remaja kita di Indonesia populasinya besar,” ujar Siste.
Salah satu pendorongnya adalah pengawasan yang rendah, 20 persen remaja mengaku dapat membeli langsung alkohol di toko tanpa kartu identitas.
Simak Video Berikut Ini
Lebih Banyak Dampak Negatifnya
Menurut penelitian yang dilakukan Siste di masa pandemi COVID-19 terkait alkohol, ditemukan bahwa zat adiktif yang paling sering digunakan selama pandemi adalah alkohol dan rokok.
Pengguna alkohol mencapai 9,10 persen dan pengguna rokok sebanyak 14 persen dari 7.324 responden.
Laporan organisasi kesehatan dunia (WHO) 2016 juga menunjukkan bahwa konsumsi alkohol per kapita di Asia Tenggara meningkat 34 persen dibandingkan di Eropa yang menurun 12 persen.
Peningkatan konsumsi alkohol di Asia Tenggara dan Selatan dikontribusikan oleh India, Thailand, dan Indonesia. Diprediksi akan melewati kontribusi konsumsi alkohol global oleh Eropa pada 2030.
Lantas, apakah alkohol tidak memiliki dampak positif sama sekali di masa COVID-19?
Di era pandemi COVID-19, alkohol secara umum memiliki dampak positif yakni jika digunakan sebagai disinfektan.
Menurut Prof. Dr. dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH dari Divisi Gastroenterologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dampak positif alkohol tersebut tidak seberapa jika dibandingkan dengan dampak negatifnya.
“Dampak positifnya ada untuk disinfektan, tapi kalau diminum maka dampak buruknya akan lebih banyak daripada dampak baiknya,” ujar Murdani dalam seminar yang sama.
Advertisement