Mengapa EUL untuk Vaksin Sinovac Lama Dikeluarkan WHO?

Vaksin Sinovac akhirnya kantongin emergency use listing (EUL) dari WHO dua hari lalu

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Jun 2021, 16:29 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2021, 16:05 WIB
FOTO: Tenaga Kesehatan Jalani Vaksinasi COVID-19 Tahap Kedua di Puskesmas Palmerah
Petugas medis menunjukkan vaksin COVID-19 Sinovac untuk disuntikkan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Palmerah, Jakarta, Kamis (28/1/2021). Pemberian vaksin COVID-19 tahap kedua dilaksanakan terhadap tenaga kesehatan mulai hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari lalu, Oganisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan emergency use listing (EUL) atau izin penggunaan darurat untuk vaksin Sinovac dari China.

Keluarnya EUL untuk vaksin Sinovac yang memakan waktu lama menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat terkait proses dan efikasinya. 

Menurut Direktur WHO Asia Tenggara tahun 2018-2020, Prof Tjandra Yoga Aditama, dari berbagai pertanyaan, ada tiga di antaranya yang paling banyak ditanyakan, yakni:

1. Kenapa lama sekali, bagaimana prosesnya?

2. Efikasi vaksin Sinovac dikabarkan hanya 51 persen?

3. Apa dampak persetujuan EUL WHO ini?

Menjawab pertanyaan pertama, Tjandra menyebutkan bahwa perusahaan vaksin akan mendaftar dulu ke WHO untuk mendapat EUL kemudian dilakukan analisa ilmiah mendalam dari SAGE (Strategic Advisory Group of Expert) on Immunization, suatu badan independen yang membantu WHO dari sudut kepakaran ilmiahnya.

Jika sudah ada 'lampu hijau' dari SAGE, akan dianalisa lebih lanjut oleh WHO, dalam hal ini Department of Registration and Prequalification. Proses ini memang memakan waktu lama mengingat analisa harus dilakukan secara mendalam dan tak boleh asal-asalan.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini

Efikasi Vaksin Sinovac Hanya 51 Persen?

Terkait pertanyaan kedua seputar efikasi vaksin Sinovac yang dikabarkan hanya 51 persen, Tjandra menjawab, WHO, FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat) dan EMA (Eropa) memang sejak awal menggunakan cut off di atas 50 persen untuk persetujuannya.

“Kalau dibaca lengkap maka persetujuan WHO menyebutkan hasil penelitian fase III skala besar di Brasil menunjukkan efikasi 51 persen mencegah COVID-19 bergejala, juga efikasi 100 persen mencegah COVID-19 berat dan 100 persen terhadap perawatan di rumah sakit, tentu sesudah disuntik dua kali,” kata Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, Kamis (3/6/2021).

Juga dituliskan data penelitian di Indonesia dengan efikasi 65.3 persen dan di Turki yang 83,5 persen terhadap COVID-19 yang bergejala.

Disebutkan pula hasil penelitian pendahuluan pasca penggunaan di Chili dengan melibatkan sekitar 2,5 juta orang dengan perkiraan efektivitas 67 persen terhadap COVID-19 yang bergejala, 85 persen terhadap kemungkinan dirawat di rumah sakit dan 80 persen terhadap kemungkinan Kematian.

Disampaikan juga hasil penelitian pendahuluan di Manaus, Brazildi mana ada varian baru P1, yang memperkirakan efektivitas 49.6 persen sesudahsetidaknya disuntik satu kali.

Apa Dampak Persetujuan EUL WHO ini?

Pertanyaan ketiga terkait dampak dari persetujuan EUL WHO. Menurut Tjandra, EUL dari WHO dapat digunakan dalam bantuan internasional, seperti halnya COVAX.

EUL dari WHO dapat memberi bukti-bukti ilmiah yang cukup lengkap tentang vaksin dan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan baku sebuah negara akan mengeluarkan Emergency Use of Authorization (EUA) untuk penggunaannya di negaranya masing-masing.

Infografis Perbandingan Vaksin COVID-19 Sinovac dengan AstraZeneca

Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Perbandingan Vaksin Covid-19 Sinovac dengan AstraZeneca. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya