Liputan6.com, Jakarta - Ilmuwan di Afrika Selatan pada Rabu, 24 November 2021, melaporkan adanya varian Virus Corona baru dengan jumlah mutasi yang lebih tinggi daripada yang ditemukan pada varian lain, yaitu Omicron.
Dunia internasional pun geger. Tidak terkecuali Indonesia. Bagaimana tidak? Selang dua hari kemudian atau Jumat, 26 November 2021, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa varian Omicron atau B.1.1.529 masuk dalam kategori yang wajib jadi perhatian atau Variant of Concern (VoC).
Baca Juga
Menurut Juru Bicara Penanganan COVID-19 RI, dr Reisa Broto Asmoro, pemerintah Indonesia pada Minggu, 28 November 2021, langsug memberlakukan beragai upaya antisipasi.
Advertisement
Termasuk pemberlakuan pembatasan perjalanan dari negara-negara terdeteksi varian Omicron, di antaranya Afrika Selatan, Botswana, Inggris, Hongkong, Australia, Italia, Israel, Belgia, dan Republik Ceko.
"Jadi, hal awal yang kita ketahui adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah pandemi, semua respons dan antisipasi dilakukan dalam waktu singkat dengan kesigapan tingkat tinggi di segala bidang," kata Reisa saat konferensi pers di Kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Rabu sore, 1 Desember 2021.
Reisa, melanjutkan, WHO dan dunia internasional termasuk Indonesia pun mengapresiasi informasi yang diberikan para ilmuwan di Afrika Selatan yang begitu cepat.
"Ini menunjukkan bahwa respons pandemi memang harus berbasis ilmu, berbasis sains, dan temuan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Semua Virus pada Dasarnya Bermutasi
Reisa, mengatakan, masyarakat harus tahu bahwa pada dasarnya semua virus bermutasi. Tidak terkecuali SARS-CoV-2 sebagai bagian dari keluarga Corona Virus.
Bahkan, kata Reisa, virus Corona terus bermutasi sejak pertama kali teridentifikasi di Wuhan, China, dua tahun yang lalu atau tepatnya Desember 2019.
"Mutasi ada perubahan genetik virus, dan virus yang sudah berubah dari aslinya atau yang disebut bermutasi itu tadi yang kita kenal dengan sebutan varian," kata Reisa.
"Dalam konteks ini, artinya varian Omicron, memiliki sifat yang berbeda dari yang sebelumnya ditemukan, yaitu Alpha, Beta, Gamma, Delta, dan varian pendahuluanya," Reisan menambahkan.
Lebih lanjut Reisa, mengatakan, beberapa varian Virus Corona memang menyebar lebih mudah dibandingkan yang lain, seperti varian Delta yang telah menyebabkan peningkatan laju penularan.
Hal tersebut terpampang nyata di Indonesia pada Juli 2021. Saat itu, rumah sakit penuh dengan pasien COVID-19. Serta angka kematian yang merangkak terus dari hari ke hari.
"Apa dampaknya mutasi virus ini terhadap kehidupan? Mutasi yang membuat varian menjadi lebih cepat menular akan menambah beban pada rumah sakit dan tentunya tenaga kesehatan, yang membuat pasien rawat inap jadi melonjak tinggi," katanya.
Â
Advertisement
Ruang Gawat Darurat Penuh
Tak hanya itu saja, ruang gawat darurat pun menjadi penuh dan pada akhirnya kasus kematian meningkat lantaran para pasien tidak mendapat perawatan yang optimal.
Efek domino akan dirasakan. Terganggunya sistem kesehatan turut emengaruhi perawatan pasien penyakit lain, selain COVID-19.
Itu mengapa mencegah atau menekan kemungkinan virus bermutasi lebih banyak lagi harus dilakukan bersama-sama.
"Bagaimana caranya? Tetap lanjutkan ketaatan kita menerapkan protokol kesehatan, terutama menggunakan masker dan promosikan vaksinasi COVID-19," ujarnya.
Reisa juga mengatakan bahwa para ahli percaya telah mengidentifikasi banyak mutasi pada varian Omicron, terutama pada bagian dari virus yang memasuki sel manusia atau yang disebut dengan Spike Protein.
"Para ilmuwan mengatakan bahwa mutasi serupa ditemukan pada varian lain, seperti Delta yang membuat penularan lebih cepat," katanya.
"Saat ini, varian Delta yang pertama kali didokumentasikan di India pada Oktober 2020 adalah jenis yang paling dominan. Lebih dari 90 persen dari data sequence genetic sample virus global diidentifikasi sebagai varian Delta ini," pungkas Reisa.
Infografis Jurus Indonesia Tangkal Varian Omicron.
Advertisement