Cukai Rokok Naik 12 Persen, Ini Kata Komnas Pengendalian Tembakau

Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Prof. Hasbullah Thabrany mengapresiasi upaya pemerintah dalam menaikkan tarif cukai rokok sebanyak 12 persen pada 2022.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Des 2021, 17:40 WIB
Diterbitkan 15 Des 2021, 17:40 WIB
Ilustrasi tembakau
Ilustrasi tembakau. Foto: (Ade Nasihudin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Profesor Hasbullah Thabrany menyambut baik upaya pemerintah dalam menaikkan tarif cukai rokok menjadi rata-rata 12 persen pada 2022.

“Saya apresiasi pemerintah yang menaikkan cukai rata-rata 12 persen, itu artinya sekitar 4 kali dari perkiraan inflasi tahun depan,” kata Hasbullah dalam konferensi pers virtual di YouTube Komnas Pengendalian Tembakau, Selasa (14/12/2021).

Ia juga membahas terkait pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memang memiliki target untuk penguatan basis kesehatan.

“Saya ingat Bu Sri Mulyani pernah menjanjikan bahwa kisaran 2005 hingga 2015 Indonesia masih pro industri karena butuh uang. Setelah 2015, baru kita penguatannya berbasis kesehatan. Saya berharap ini terus menjadi komitmen ke depannya.”

Simak Video Berikut Ini

Tujuan Belum Tercapai

Hasbullah menambahkan, tujuan dari pengenaan cukai adalah pengendalian konsumsi. Namun, hal ini belum tercapai.

“Saat ini pelaksanaan Undang-Undang Cukai belum konsisten. Jika Undang-Undang Cukai bertujuan menurunkan atau mengendalikan konsumsi, harusnya konsumsi rokok turun dibandingkan ketika dimulainya UU ini di 2007.”

Jika tidak salah ingat, lanjutnya, konsumsi atau produksi rokok pada 2007 sebanyak 210 miliar batang sedangkan tahun lalu mencapai 322 miliar batang. Ini berarti ada kenaikan lebih dari 100 miliar batang sejak UU Cukai diimplementasikan.

“Artinya, upaya-upaya kita selama ini belum sesuai dengan tujuan cukai yakni mengendalikan konsumsi karena masih naik terus dan ini perlu dipahami para pejabat, pemerintahan, industri, asosiasi petani tembakau, asosiasi pekerja rokok bahwa selama ini tujuan kita belum tercapai.”

Indonesia Jangan Pelihara Kebijakan yang Bikin Rakyat Tidak Sehat

Ia juga mengimbau, jangan sampai Indonesia terus memelihara kebijakan yang justru membuat rakyat tidak sehat dengan membiarkan jumlah perokok tetap naik.

“Jika jumlah perokok terus naik maka 20 tahun ke depan kita akan membayar biaya yang sangat besar.”

Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) ini mengatakan agar pemerintah tidak membuat kebijakan yang hanya merugikan di masa depan.

“Tolong dicatat bahwa keuntungan negara dari membiarkan industri rokok termasuk rokok elektrik justru akan membebani negara di masa depan, jadi pikirkanlah jangka panjang.”

"Bu Sri Mulyani terus naikkan (cukai) tiap tahun)," lanjut Hasbullah.

Senada dengan pernyataan Hasbullah, menurut data Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), rokok berdampak pada terhambatnya pembangunan manusia sekaligus membebani biaya ekonomi dan kesehatan yang harus ditanggung oleh negara.

Anak dari keluarga dengan perokok aktif 5,5 persen lebih rentan stunting dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.

Di sisi lain, data Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI 2021) menunjukkan, kecenderungan naiknya konsumsi rokok di masa pandemi menambah beban ekonomi dan kesehatan. Secara makro, negara harus menanggung beban biaya kesehatan sebesar Rp 17,9 -27,7 T selama setahun akibat penyakit karena rokok.

 

 

 

Infografis Bahaya Merokok

Infografis Bahaya Merokok
Infografis Bahaya Merokok
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya