Liputan6.com, Jakarta - Anda mungkin sudah tak asing lagi mendengar Tuberkulosis (TBC). Sebuah kondisi yang dialami sekitar 824 ribu orang Indonesia menurut data Global Tuberculosis Report 2021.
Salah satu gejala yang dialami pasien TBC adalah batuk darah. Namun, di Indonesia, beberapa orang justru menganggap hal tersebut diakibatkan guna-guna.
Baca Juga
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi.
Advertisement
Nadia mengungkapkan bahwa persepsi masyarakat yang keliru terkait TBC menjadi satu penyebab sulitnya penanganan TBC di Indonesia.
"Kesulitan dari TBC ini selain tentunya satu, masih ada stigma bahwa masyarakat kalau menderita penyakit Tuberkulosis itu adalah suatu penyakit yang memalukan," ujar ujar Nadia dalam konferensi pers The 1st G20 Health Working Group (HWG) ditulis Kamis, (24/3/2022).
"Kedua, misalkan kalau kemudian TBC itu sampai dengan batuk darah, itu sering dianggap kutukan atau guna-guna," tambahnya.
Terlebih, persepsi masyarakat tersebutlah yang membuat beberapa pasien TBC kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan.
"Jadi persepsi-persepsi yang masih salah dalam masyarakat ini kemudian menjadi penghambat masyarakat untuk mengakses layanan pengobatan," kata Nadia.
Kesulitan lainnya
Tak hanya berkaitan dengan persepsi masyarakat yang keliru, kesulitan lainnya yang dialami adalah ketersediaan vaksin atau imunisasi BCG untuk dewasa.
Seperti diketahui, imunisasi BCG baru bisa dilakukan untuk bayi saja. Bahkan sudah menjadi salah satu imunisasi wajib.
"Pencegahan TBC pada anak itu kita lakukan melalui pemberian vaksin BCG. Tapi kemudian vaksin untuk dewasa untuk mencegah Tuberkulosis sampai saat ini masih terus dilakukan upaya-upaya penyediaannya," ujar Nadia.
Nadia juga menjelaskan bahwa persoalan TBC tidak hanya menjadi persoalan kesehatan, melainkan ekonomi. Mengingat penanganannya membutuhkan banyak biaya.
"Untuk melawan TBC kita ketahui anggarannya secara nasional yang dibutuhkan adalah kurang lebih 515 juta dollar Amerika atau sebesar 7,3 triliun baik itu merupakan direct cost maupun indirect cost," kata Nadia.
Advertisement