Liputan6.com, Yogyakarta Demi menuju eliminasi tuberkulosis (TB) 2030, menurut Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, perlu adanya penguatan surveilans berbasis real-time dan inovasi pengobatan. Hal ini disuarakan dalam pertemuan 1st Heatlh Working Group (HWG) G20 di Yogyakarta pada 29 Maret 2022.
Peningkatan layanan tuberkulosis didorong dampak pandemi COVID-19 yang membuat sistem kesehatan terganggu. Dalam Presidensi G20, Indonesia menyuarakan penguatan arsitektur kesehatan global dan advokasi untuk pemulihan layanan TB.
Advertisement
Baca Juga
"Kita perlu meningkatkan sistem surveilans dan manajemen informasi kesehatan. Sistem surveilans secara real-time berbasis kasus dan digital untuk TB, memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pelaporan data agregat berbasis kertas yang lebih konvensional," tutur Budi Gunadi saat pidato dalam acara Financing for TB Respons: Overcoming COVID-19 Disruption and Building Future Pandemic Preparedness di Yogyakarta, ditulis Jumat (1/4/2022).
"Ini termasuk memungkinkan penggunaan pemeriksaan data otomatis, akses tepat waktu ke data, dan ketersediaan data di tingkat individu terhadap orang dengan infeksi atau penyakit TB dari fasilitas kesehatan tingkat nasional."
Selanjutnya, pengembangan inovasi obat TB juga perlu ditingkatkan. Tujuannya, memberikan efek optimal dari segi pemanfaatan diagnostik dan terapeutik.
"Kita perlu meningkatkan secara efisien pemanfaatan diagnostik baru, seperti formulasi regimen TB untuk pengobatan, pencegahan, dan pendekatan inovatif yang memaksimalkan efek," lanjut Budi Gunadi.
Modifikasi Regimen Obat TB
Inovasi pengembangan obat tuberkulosis dapat dilakukan dengan modifikasi penggunaan regimen dengan rentang waktu lebih pendek. Seperti diketahui, pengidap TB harus konsumsi obat yang diresepkan dokter selama 6 - 9 bulan tanpa putus.
"Kita perlu memperluas penggunaan regimen (obat) baru, termasuk regimen yang lebih pendek atau oral yang dimodifikasi. Ini kesempatan mempercepat pengobatan sekaligus meningkatkan efek optimal obat tatkala terjadi pengurangan obat," Budi Gunadi Sadikin menerangkan.
Ditegaskan pula perlu kerja sama dan kolaborasi menangani TB. Apalagi TB masih menjadi beban global. Dari jumlah 10 juta orang yang terinfeksi TB, dua pertiga kematian di antaranya, ditemukan di berbagai negara dan membunuh lebih dari 4.100 orang setiap hari.Â
"Kami tahu dengan meningkatkan jaringan kolaboratif dan kemitraan multilateral, cukup efektif dan efisien untuk upaya diagnostik dan terapeutik. Kita butuh komitmen yang tak tergoyahkan dan dukungan berkelanjutan hingga akhir (menangani TB)," ucap Menkes Budi Gunadi.
Advertisement