Liputan6.com, Jakarta Sejumlah pihak ada yang tidak sepakat dengan pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Mereka menilai pemberhentian itu akan membahayakan dunia kedokteran, bisa berimbas dokter menjadi takut untuk berinovasi.
Juru Bicara Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk Sosialisasi Hasil Muktamar ke-31 sekaligus Ketua Bidang Hukum dan Pembelaan Anggota (BHP2A) IDI, Beni Satria memberikan tanggapan. Masyarakat perlu memahami, inovasi kedokteran bukan didasarkan pada testimoni, melainkan bukti ilmiah atau evidence based.
Advertisement
Baca Juga
Metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau cuci otak yang Terawan lakukan, hingga saat ini belum terbukti secara ilmiah. IDI terus berupaya melakukan pertemuan dengan Terawan terkait penjelasan lebih rinci metode cuci otak, yang akhirnya tidak direspons baik oleh Terawan. Hal ini berujung dengan ketetapan pemberhentian dari keanggotaan IDI.
"Mohon dipahami bahwa inovasi-inovasi dokter itu jangan berdasarkan testimoni, tetapi berdasarkan kaidah ilmiah. Karena kalau kita berdasarkan testimoni, yang dirugikan masyarakat," terang Beni menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat sesi Group Interview Perihal Sosialisasi Hasil Muktamar IDI ke-31 pada Jumat, 1 April 2022.
"Yang dirugikan jelas bukan dokter, bukan Ikatan Dokter Indonesia juga, tetapi masyarakat."
Pada prinsipnya, IDI terbuka dengan berbagai inovasi-inovasi anggotanya. Kunci utama adalah inovasi harus berdasarkan bukti ilmiah dan dipublikasikan di jurnal ilmiah yang tersertifikasi.
"Silakan dipaparkan, ilmu kedokteran itu berkembang. (Ilmu) yang hari ini dilarang, besok bisa disetujui atau yang hari ini disetujui, lusa bisa ditolak. Tentu ini harus di dalam ruang kaidah-kaidah ilmiah," imbuh Beni.
Masyarakat Harus Dilayani Dokter yang Beretika
Terkait inovasi kedokteran, Beni Satria melanjutkan, di dalam organisasi PB IDI juga memiliki beberapa organ di dalamnya. Sebut saja, Majelis Etik Kedokteran dan Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran.
"Silakan (inovasi) dipaparkan karena itu ruang yang diberikan dan lembaga otonom. Buat yang majelis etik itu khusus melakukan pembinaan etik kedokteran. Jadi, dokter-dokter yang dianggap tidak beretika atau melanggar etika akan disidangkan di mahkamah etik," lanjutnya.
Perihal etik, Beni menekankan, tidak melihat siapa orangnya (person), melainkan persoalan bagaimana perilakunya. Berkaitan dengan pemberhentian Terawan yang dianggap membahayakan dunia kedokteran, IDI melihatnya berbahaya terhadap keselamatan nyawa orang lain.
"Ini yang kita berfokus terhadap keselamatan pasien. Kami fokusnya kepada pembinaan etik agar masyarakat Indonesia itu dilayani oleh dokter-dokter baik, oleh dokter-dokter yang beretika, bukan dilayani oleh dokter-dokter yang tidak mematuhi kode etik," tegasnya.
"Karena kode etik adalah penentuan keluhuran profesi ini. Kita menginginkan agar masyarakat betul-betul dilayani oleh dokter-dokter yang memiliki etika. Kalau dokter-dokter memiliki etika, tentu dia akan santun di dalam melayani."
Advertisement