Minum Es Teh Manis Jadi Kebiasaan, Dokter Tan: Sebenarnya Tubuh Tak Butuh

Es teh manis menjadi minuman masyarakat Indonesia yang sebetulnya tak dibutuhkan

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 06 Mar 2023, 10:24 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2022, 11:00 WIB
Ilustrasi es teh lemon
Ilustra es teh lemon (dok fernandovillalobos/pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta - Mengonsumsi es teh manis terutama setelah makan sudah menjadi kebiasaan sebagian besar warga Indonesia.

Selain es teh, minuman manis lain yang dianggap kekinian pun turut menemani keseharian masyarakat terutama kaum muda.

Padahal, minuman-minuman tersebut mengandung banyak gula yang tak baik bagi kesehatan. Terkait hal ini Dokter ahli gizi komunitas Tan Shot Yen memberi tanggapan.

Menurut Tan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) sudah mengeluarkan pedoman terkait konsumsi gula harian.

Anjuran konsumsi gula setiap orang dalam satu hari adalah 10 persen dari total energi 200 kkal. Ini setara dengan gula empat sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari.

Sedangkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan standar konsumsi gula per hari kurang dari 10 persen dari total energi pada orang dewasa dan anak-anak.

Konsumsi gula 25 gram atau enam sendok teh per hari bisa memberi manfaat yang lebih baik ketimbang konsumsi lebih dari itu.

"Pemerintah kita masih jauh lebih 'toleran' dibanding WHO. Lihat perbandingan batas konsumsi gula jika ingin terbebas dari masalah di kemudian hari," kata Tan kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, Senin (26/9/2022).

"Gula tidak selalu bentuknya gula pasir. Sebab, kecap Anda, puding, makanan kemasan juga bergula," dia menambahkan.

Tan juga menyinggung bahwa gula rafinasi atau yang berasal dari karbo simpleks adalah produk pabrik yang tidak dibutuhkan tubuh manusia. Maka dari itu, tidak ada Angka Kecukupan Gizi (AKG) bagi gula.

Gula Rafinasi Tak Dibutuhkan Tubuh

Dalam berbagai label komposisi suatu pangan kemasan ada kolom "gula" yang ditulis dalam gram. Namun, di sebelahnya tidak ada patokan AKG.

Dalam kolom label pangan biasanya juga menyertakan keterangan vitamin, mineral, dan zat gizi lainnya. Berbeda dengan gula rafinasi atau gula tambahan, zat-zat gizi itu memiliki AKG.

Alasan perbedaan ini juga dijelaskan oleh Tan. Menurutnya, hal ini karena gula rafinasi adalah produk pabrik yang tidak dibutuhkan manusia.

"Sadar enggak kenapa gula tidak ada AKG-nya? Karena gula (rafinasi) adalah produk pabrik yang tidak dibutuhkan manusia. Manusia butuh karbohidrat yang oleh tubuh dipecah dan diurai otomatis jadi gula darah," katanya.

Gula sendiri didefinisikan sebagai:

- Bagian dari karbohidrat sederhana atau kompleks.

- Diserap usus dengan kecepatan yang berbeda.

- Karbohidrat kompleks dengan serat lebih banyak lebih lambat dicerna jadi gula darah.

- Diedarkan ke seluruh tubuh dalam bentuk gula darah.

- Digunakan tubuh untuk menghasilkan tenaga dan kerja organ termasuk otak.

- Jika tidak dipakai langsung jadi tenaga, oleh hormon insulin disimpan dalam hati, otot, dan lemak.

Kontrol Konsumsi dengan Cek Label Produk

Konsumsi gula es teh manis dan gula lainnya juga dibahas oleh dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi, Prof Zubairi Djoerban.

Melalui utas di Twitter ia menerangkan soal gula yang ada di mana-mana dan sulit dihindari. Ini lebih terasa lagi pada orang yang sugar craving atau ingin manis-manis es teh manis saat panas, cokelat saat stres, es krim.

Semua makanan minuman itu berisiko terhadap kesehatan jika berlebihan.

"Es teh, cokelat, dan es krim tadi ya tidak berbahaya, dengan catatan tidak berlebihan. Tapi, bukan cuma rasa manisnya yang jadi konsern, namun cermati juga kadar gula tambahan di dalam makanan atau minuman itu,” tulisnya dalam Twitter pribadi dikutip Senin (26/9/2022).

Untuk mengetahui kandungan gula dalam satu produk, ia menyarankan masyarakat untuk mengecek kandungan gula.

"Dengan melihat label di makanan atau minumannya. Cek komposisi gula tambahan, yang biasanya memakai nama lain gula. Seperti corn syrup, dekstrosa, fruktosa, glukosa, laktosa, dan banyak lagi."

Meski begitu, konsumen acap kali kesulitan dalam melihat kandungan gula dalam satu produk.

Maka dari itu, FDA mengembangkan label makanan baru yang mencantumkan gula tambahan secara terpisah.

Label gula tambahan itu harus dipasang produsen sehingga konsumen terbantu untuk mengeceknya.

Bikin Ketagihan

Konsumsi minuman manis acap kali bikin ketagihan. Menurut peneliti yang karib disapa Prof Beri, hal ini terjadi akibat kebiasaan.

"Terkadang mengalami hal yang nagih itu tidak lain karena kebiasaan kita. Ketika ngambek dikasih permen. Minum es teh manis saat panas-panas. Merayakan usia baru dengan kue ulang tahun --- yang kalau semuanya dikonsumsi berlebihan ya akan berbahaya,"

Penyebab lain adalah jika kurang tidur dan stres berkepanjangan. Kondisi itu membuat tubuh mengeluarkan hormon kortisol. Hormon kortisol ini meningkatkan keinginan untuk mengonsumsi makanan dan minuman manis.

Konsumsi minuman dan makan manis juga bisa menjadi adiktif lantaran gula bisa melepaskan dopamin dalam tubuh.

"Sehingga kita merasakan kesenangan, ingin mengulanginya lagi, dan frekuensinya akan semakin meningkat. Banyak studi yang membahas ini," katanya.

Infografis Gula Indonesia
Produksi gula selalu kurang, impor berdatangan, dan pabrik lokal tutup? (liputan6.com/Trie yas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya