Soal Pertanggungjawaban Kasus Gagal Ginjal Akut, Menkes Budi Gunadi Lebih Fokus Selamatkan Nyawa Anak-Anak

Kasus gagal ginjal akut yang menimpa ratusan anak Indonesia membuat sejumlah pihak menyatakan harus ada yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Okt 2022, 18:02 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2022, 18:02 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan keterangan pers soal gangguan ginjal akut usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (24/10/2022). (Dok Humas Sekretariat Kabinet RI/Oji)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus gagal ginjal akut yang menimpa ratusan anak Indonesia membuat sejumlah pihak menyatakan harus ada yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Terlebih kasus gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) itu memiliki tingkat kematian tinggi.

Kondisi gagal ginjal akut itu diduga kuat disebabkan oleh obat sirup yang tercemar zat kimia seperti Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG). 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut harus ada yang bertanggung jawab atas kejadian yang diduga melibatkan keracunan obat tersebut. Komnas HAM meminta agar penyabab pasti gagal ginjal akut ditemukan dan mendorong pihak yang memenuhi unsur pidana untuk memenuhi tanggung jawabnya.

Demikian pula dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia yang meminta agar kasus tersebut diinvestigasi dari hulu hingga ke hilir. YLKI mengindikasikan semua pihak harus bertanggung jawab, baik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga produsen farmasi.

Hingga kini, penyebab pasti kasus AKI masih ditelusuri dan masih belum jelas siapa pihak yang harus bertanggung jawab. 

Terkait isu tanggung jawab tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan pihaknya lebih berfokus pada upaya menyelamatkan anak-anak dari kematian.

"Kalau saya ngelihatnya lebih penting menyelamatkan bayi-bayinya dari kematian. Lebih baik tenaganya kita pakai untuk bisa menjaga bayi kita terjaga," ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Sabtu, 29 Oktober 2022.

Sementara mengenai potensi dugaan kelalaian, Budi Gunadi menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian yang tengah menyelidiki kasus tersebut.

"Kalau kita lihat ini sih, kita serahkan saja kepada teman-teman di bidang hukum," ujar Budi.

"Tapi kalau saya, saya ngerasa yuk kita konsentrasinya beresin ini supaya tidak lebih banyak lagi bayi-bayi kita yang meninggal. Nyawa lebih penting," Budi menekankan.

 

Kasus AKI Tersebar di 27 Provinsi

Hingga 26 Oktober 2022, Kementerian Kesehatan mencatat kasus gagal ginjal akut di Indonesia telah mencapai 269 anak. Kasus tersebut menyebar di 27 provinsi di Tanah Air.

"Dari 27 provinsi bisa dilihat distribusinya dari tabulasi. DKI Jakarta itu paling banyak ada 57 kasus," ujar Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr M. Syahril dalam konferensi pers, Kamis (27/10/2022).

Lalu, dimana sajakah sebaran kasus gagal ginjal akut di Indonesia? Serta, berapa jumlahnya pada masing-masing provinsi? Berikut diantaranya.

  1. DKI Jakarta: 57 Kasus
  2. Jawa Barat: 36 kasus
  3. Aceh: 30 kasus
  4. Jawa Timur: 25 kasus
  5. Sumatera Barat: 19 kasus
  6. Bali: 15 kasusBanten: 15 kasus
  7. Sumatera Utara: 14 kasus
  8. Sulawesi Selatan: 12 kasus
  9. Yogyakarta: 6 kasus
  10. Nusa Tenggara Timur: 5 kasus
  11. Kepulauan Riau: 4 kasus
  12. Sumatera Selatan: 4 kasus
  13. Jawa Tengah: 4 kasus
  14. Lampung: 3 kasus
  15. Sulawesi Tenggara: 3 kasus
  16. Jambi: 3 kasus
  17. Kalimantan Utara: 3 kasus
  18. Kalimantan Selatan: 2 kasus
  19. Kalimantan Tengah: 2 kasus       

Sedangkan terdapat 7 provinsi lainnya melaporkan hanya masing-masing 1 kasus. Provinsi tersebut adalah Sulawesi Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, Papua, Gorontalo, dan Kalimantan Timur.

Syahril menjelaskan, dari 269 kasus gagal ginjal akut, terdapat 73 anak yang masih dalam proses perawatan. Serta, 157 anak meninggal dunia dan 39 anak dinyatakan sembuh.

Hanya Ada 3 Kasus Baru

Lebih lanjut Syahril mengungkapkan bahwa setelah aturan penjualan dan konsumsi obat sirup dikeluarkan, total penambahan kasus hanya ada sebanyak 3 anak. Sisanya adalah kasus lama yang baru saja masuk dalam catatan Kemenkes RI.

"Pada tanggal 24 Oktober, ada 241 kasus, sehingga ada kenaikan 18 kasus. Namun kami ingin sampaikan, dari 18 kasus ini yang betul-betul baru setelah tanggal 24 atau setelah edaran dari Kementerian Kesehatan untuk melarang obat sirup itu hanya 3 kasus," ujar Syahril.

"Sementara yang 15 adalah kasus yang baru dilaporkan, yang terjadi pada akhir September sampai pertengahan Oktober. Jadi yang betul-betul penambahan 3 kasus."

Kebanyakan Mengalami Gejala Berat

Selain itu, gejala yang umumnya muncul pada pasien gagal ginjal akut terbagi menjadi dua yakni gejala prodromal (awal) dan gejala khas. Kebanyakan anak mengalami gejala anuria atau tidak buang air kecil sama sekali.

"Gejala yang khas adanya gangguan buang air kecil pada balita tersebut mulai dari oliguria atau juga anuria. Oliguri artinya terjadi penurunan frekuensi buang air kecil termasuk volumenya. Sebagai contoh, biasanya 10 kali buang air kecil, sekarang cuma 5 kali," kata Syahril.

Syahril mengungkapkan bahwa dari data yang ada, kebanyakan anak mengalami gejala berat yakni anuria. Setidaknya 143 dari 269 anak atau sekitar 53 persen mengalami gejala anuria tersebut.

"Kalau dia sudah sama sekali tidak buang air kecil disebut dengan anuri. Ini berarti stadiumnya sudah stadium 3, stadium berat. Dari data yang ada itu 143 atau 53 persen itu dia anuri," ujar Syahril.

Selanjutnya, 58 anak atau sekitar 22 persen mengalami gejala oliguria, dan 68 anak atau sekitar 25 persen tidak mengalami anuria maupun oliguria.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya