Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia sedang memesan obat Fomepizole untuk menangani Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA). Fomepizole termasuk jenis antidotum atau antidot (antidote) yang berfungsi sebagai obat penawar untuk mengatasi keracunan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan jumlah obat Fomepizole yang dipesan sebanyak 200 vial. Pemesanan ini adalah tambahan stok karena sebenarnya Fomepizole sudah dipesan sebelumnya dari Singapura.
Baca Juga
Namun, pemesanan sebelumnya hanya dalam taraf uji coba yang ditujukan kepada 10 pasien gangguan ginjal akut anak di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Hasil uji coba yang masih berlangsung menemukan, kondisi pasien membaik dan stabil.
Advertisement
"Tadinya kita belum tahu pasti penyebabnya (gangguan ginjal akut) apa, lalu mencari obat, sudah ketemu namanya obat Fomepizole. Kami ambil (pesan) dari Singapura, itu antidot ya terus kita coba ke 10 pasien RSCM," ungkap Budi Gunadi saat memberikan keterangan pers 'Perkembangan Penanganan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia' di Gedung Kementerian Kesehatan Jakarta pada Jumat, 21 Oktober 2022.
"Dari 10 pasien, rata-rata stabil kondisinya, biasanya itu kondisinya malah menurun -- sebelum pemberian Fomepizole -- lalu sebagian lagi membaik, ya stabil. Jadi kita lebih merasa confidence (percaya diri), obatnya ternyata lebih efektif."
Fomepizole dapat menangani gangguan ginjal akut yang mampu mengikat zat berbahaya dalam tubuh. Pada kasus gangguan ginjal akut di Indonesia yang kini berjumlah 241 kasus (data per 21 Oktober 2022) ditemukan senyawa kimia berbahaya pada tubuh, yakni Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Ether (EGBE) dari hasil uji lab obat sirup yang dikonsumsi.
Cari Obat ke Australia
Selain Singapura, Budi Gunadi Sadikin juga mencari obat Fomepizole untuk gangguan ginjal akut ke Australia. Ia menghubungi Menteri Kesehatan Australia.Â
"Obatnya kita memang enggak punya, yang ada dari Singapora. Saya baru nih ngontak rekan saya, Menteri Kesehatan Singapora sama Australia, bahwa kami mau bawa (pesan) dulu 200 vial. Satu orang butuh satu vial 1,5 ML," terangnya.
"Dari teman-teman RSCM, satu orang butuh satu vial dan ada beberapa kali injeksi. Tapi kita akan bawa itu 200 dulu. Nanti saya cek lagi, kalau ada nanti bisa cepat didatangkan sehingga bisa kita distribusikan ke rumah sakit-rumah sakit."
Terkait dengan pemesanan tambahan 200 vial Fomepizole, Budi Gunadi tidak menyebut secara jelas dari mana datangnya, apakah seluruh vial akan didatangkan dari Singapura atau Australia. Pada sesi diskusi sebelumnya, Menkes akan mendatangkan kembali jenis antidot tersebut dari Singapura.
Dikonfirmasi lebih lanjut, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan, 200 vial Fomepizole akan didatangkan dari Australia.
"Pak Menkes sudah kontak ke Singapura juga. Sepertinya Australia yang punya stok lebih banyak," ujar Nadia melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat, 21 Oktober 2022 malam.
Advertisement
Harga Rp16 Juta per Vial
Ketika ditanya berapa jumlah anggaran Pemerintah dalam hal ini Kemenkes untuk mendatangkan 200 vial Fomepizole, Budi Gunadi Sadikin menjawab, satu vial harganya Rp16 juta. Artinya, 200 vial yang dipesan akan memakan biaya Rp3,2 miliar.
"Satu vial itu harganya Rp16 juta, kami yang cover (tanggung) dan untuk sementara ini diberikan gratis (kepada pasien gangguan ginjal akut)," tutur Budi Gunadi.
"Dengan adanya obat ini, misalnya kalau sudah telanjur mengonsumsi obat yang mengandung senyawa berbahaya, kita setidaknya sudah tahu harus melakukan apa."
Diharapan kedatangan Fomepizole dalam jumlah besar dapat membantu mengobati pasien gagal ginjal akut anak, sehingga angka kematian menurun.
"Sekarang Pemerintah Indonesia sedang mendatangkan lebih banyak lagi (Fomepizole) supaya pasien-pasiennya yang ada sekarang bisa diobati. Karena kita sudah tahu penyebabnya apa dan itu bisa diobati," lanjut Menkes Budi Gunadi.
"Mudah-mudahan nanti bisa menurunkan fatality rate (angka kematian) yang mencapai 50 persen. Jadi, selain kita cegah sumber penyakitnya, kita juga melakukan terapi dari sisi obat-obatannya."
Seputar Fomepizole Injeksi
Fomepizole untuk mengatasi gangguan ginjal akut yang disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin digunakan dengan cara injeksi. Jenis obat antidot ini mampu meredam berbagai keracunan seperti keracunan methanol maupun senyawa berbahaya terkait ginjal.
Obat Fomepizole juga digunakan bersamaan dengan prosedur cuci darah (hemodialisis) untuk mengeluarkan racun dari tubuh. Fomepizole bekerja dengan menghambat alkohol dehidrogenase, enzim dalam tubuh yang dapat memetabolisme etilen glikol dan metanol sehingga menjadi bentuk yang beracun.
Keunggulan obat ini juga menjadi penangkal racun (antidotum) pada keracunan etilen glikol dan metanol. Fomepizole akan diberikan di klinik atau rumah sakit melalui injeksi pada pembuluh darah vena (intravena).
Dosis umum Fomepizole yang diberikan pada keracunan metanol atau etilen glikol dikutip dari laman Aido Health, antara lain:
Dewasa
Dosis awal diberikan sebanyak 15 mg/kgBB, setelahnya diikuti dengan pemberian 10 mg/kgBB setiap 12 jam sebanyak 4 dosis. Kemudian dosis akan ditingkatkan kembali menjadi 15 mg/kgBB setiap 12 jam sampai kadar metilen glikol atau metanol pada serum di bawah 20 mg/100 ml.
Setiap pemberian dosis dilakukan dengan cara infus dengan kecepatan lambat selama kurang lebih 30 menit.
Gagal ginjal
Pada pasien gagal ginjal, memburuknya tingkat keasaman dalam tubuh (asidosis metabolik) atau konsentrasi serum etilen glikol atau metanol 50 mg/dl ke atas, perlu dilakukan cuci darah (hemodialisis). Frekuensi pemberian ditingkatkan menjadi setiap 4 jam selama menjalani cuci darah.
Dosis yang diberikan sebelum atau sesudah cuci darah ditentukan berdasarkan dosis terakhir yang diberikan atau durasi cuci darah.
Advertisement