Liputan6.com, Jakarta - Sayuran dan buah-buahan kaya akan vitamin yang baik untuk tumbuh kembang anak. Meskipun demikian, anak seringkali menolak berbagai makanan yang ditawarkan, terutama sayuran.
Salah satu sayur yang biasanya tidak disukai anak adalah brokoli. Bukan tanpa alasan, meski kaya nutrisi, anak-anak cenderung tidak doyan sayur berwarna hijau ini.
Baca Juga
Menurut situs Live Science, bakteri mulut mungkin menjelaskan mengapa beberapa anak membenci brokoli. Ketika dihadapkan dengan brokoli, beberapa anak akan mengerutkan wajah.
Advertisement
Meskipun demikian, jangan salahkan mereka. Sebuah studi baru menunjukkan bahwa enzim tertentu dalam ludah mungkin membuat sayuran silangan seperti pok choy, brokoli, kubis, bunga kol, dan lobak terasa buruk saat dimakan bagi beberapa anak.
Enzim yang disebut sistein liase ini diproduksi oleh berbagai jenis bakteri yang hidup di mulut. Enzim yang sama juga terdapat dalam sel-sel sayuran Brassica, seperti kubis, kubis Brussel, brokoli, dan kembang kol.
Jadi, ketika seseorang mengunyah makanan tersebut, enzim-enzim ini keluar dari wadah penyimpanannya di sel-sel sayuran dan bertemu air ludah.
Enzim ini memecah senyawa yang disebut S-metil-L-Sistein sulfoksida (SMCSO) dalam sayuran silangan. Proses pemecahan ini mengubah senyawa tersebut menjadi molekul berbau menyengat.
Bau Brokoli Tidak Berpengaruh pada Orang Dewasa
Studi sebelumnya terhadap orang dewasa menunjukkan bahwa tingkat aktivitas enzim sistein lyase dalam ludah seseorang menentukan berapa banyak SMCSO rusak dan molekul bau yang diproduksi dalam proses tersebut. Inilah yang mempengaruhi bagaimana rasa sayuran silangan bagi orang dewasa.
Menurut penelitian ini, ketika orang dewasa mengkonsumsi kubis segar, mungkin ada perbedaan hingga sepuluh kali lipat dalam berapa banyak bau belerang yang dikeluarkan makanan saat enzim yang dilepaskan ketika air liur memecahnya.
Penulis penelitian bertanya-tanya apakah hal yang sama dapat dirasakan pada anak-anak yang biasanya lebih sensitif terhadap rasa pahit dan asam dibandingkan orang dewasa.
Peneliti menduga bahwa anak-anak yang ludahnya menghasilkan senyawa yang berasal dari SMCSO yang paling bau akan menunjukkan ketidaksukaan terkuat terhadap sayuran dibandingkan dengan orang dewasa dan teman sebayanya. Sebaliknya, semakin ringan bau yang dihasilkan, semakin besar kemungkinan anak mau mengonsumsinya.
Advertisement
Pengaruh Bau Brokoli pada Anak
Menurut studi baru yang dipublikasikan pada 22 September di Journal of Agricultural and Food Chemistry menunjukkan, sementara ludah orang dewasa dan anak-anak menghasilkan senyawa bau ketika terkena kembang kol, bau ini tidak mempengaruhi orang dewasa menjadi suka atau tidak.
Di sisi lain, anak-anak yang ludahnya menghasilkan konsentrasi tinggi dari bau ini dilaporkan paling membenci kembang kol dari seluruh partisipan penelitian.
Anak-anak tampaknya sensitif terhadap senyawa bau yang disebut dimetil trisulfida (DMTS), bau yang merupakan hasil dari pemecahan SMCSO. Bau ini juga sering ditemukan dalam jumlah besar pada daging yang membusuk, kata seorang ilmuwan kimia makanan dan makanan sensorik di University of Sydney Damian Frank.
"DMTS tidak buruk dalam dosis kecil, tetapi ketika dominan, itu benar-benar menghasilkan bau belerang busuk," kata Frank.
Fakta lainnya, ketika anak-anak memakan satu porsi kembang kol, beberapa mungkin merasakan bau yang lebih pekat daripada yang lain.
Brokoli Bisa Dikonsumsi jika Terbiasa
Kendati berbau, seseorang bisa makan brokoli jika sudah terbiasa. Menurut seorang ilmuwan sensorik di Deakin University di Australia Russell Keast, seseorang bisa menyukai makanan yang dibenci ketika kanak-kanak dengan cara mengonsumsinya terus-menerus.
Dengan kata lain, selera seseorang tidak selalu berubah. Ia hanya perlahan-lahan belajar menikmati berbagai jenis makanan dengan mengonsumsinya lagi dan lagi.
Meskipun demikian, rasa tidak suka akan brokoli menunjukkan bahwa indera perasa dan penciuman anak bekerja dengan baik.
Rasa manis biasanya menandakan bahwa makanan mengandung banyak energi, sementara pahit bisa berarti bahwa itu beracun, ujar asisten profesor di Departemen Ilmu Pangan di Departemen Pertanian dan Ilmu Hayati di Universitas Cornell Robin Dando.
Karena indera perasa dan penciuman seseorang paling kuat di masa muda, itu mungkin membuat anak-anak lebih sensitif terhadap brokoli.
Pada akhirnya, ketika anak-anak telah mencoba berbagai makanan baru, mereka dapat belajar untuk mengatasi keengganannya terhadap sayuran bau.
(Adelina Wahyu Martanti)
Advertisement