Dampak Psikologis pada Anak yang Jadi Korban Penculikan

Penting untuk tidak terlalu cepat berasumsi soal dampak psikologis yang terjadi pada anak usai menjadi korban penculikan.

oleh Diviya Agatha diperbarui 09 Jan 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2023, 14:00 WIB
[Bintang] Ilustrasi penculikan anak
Ilustrasi penculikan anak | Via: istimewa

Liputan6.com, Jakarta Pada sebagian anak, orangtua dan rumah merupakan zona nyaman. Saat mengalami kejadian tidak mengenakan seperti penculikan, anak berada di luar zona nyaman dan ada potensi anak mengalami dampak psikologis tertentu.

Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani yang akrab disapa Nina mengungkapkan bahwa dampak psikologis yang berpotensi terjadi pada anak usai penculikan akan berbeda-beda tergantung pada bagaimana pelaku penculikan bersikap pada korban.

Menurut Nina, penting untuk tidak terlalu cepat berasumsi soal dampak psikologis yang dialami anak. Mengingat orangtua mungkin belum sepenuhnya tahu apa saja yang terjadi pada momen penculikan tersebut.

"(Dampak psikologis) sangat bergantung pada bagaimana proses penculikan tersebut, apa yang terjadi selama diculik, dan setelah penculikan itu apa yang terjadi. Jadi memang banyak yang terjadi. Tidak mungkin bisa kita sama ratakan," ujar Nina pada Health Liputan6.com ditulis Senin (9/1/2023).

Hal tersebut lantaran ada pula beberapa kasus penculikan dimana korbannya dimanja dan diberikan suasana yang nyaman. Sehingga kerap tidak menyadari dirinya tengah menjadi korban. Sedangkan, ada pula yang proses penculikannya berlangsung dramatis.

"Pada anak yang diculiknya dramatis banget, pakai tarik-tarikan, tembak-tembakan, tentunya itu lebih traumatis dibandingkan dengan yang diajak main terus tiba-tiba sudah jauh, sudah terpisah," kata Nina.

"Kemudian yang ngajak ini siapa, orang yang dia kenal, dia nyaman enggak sama orang itu? Atau ini adalah orang yang menakutkan buat dia (korban). Kalau ini adalah orang yang menakutkan, meskipun dia kenal, itu tentunya lebih traumatis," tambahnya.

Dampak Buruk Lebih Minimal Jika Korban Nyaman

Ilustrasi Liputan Khusus Penculikan Anak
Ilustrasi Liputan Khusus Penculikan Anak

Nina mengungkapkan bahwa dampak psikologis usai penculikan akan bergantung pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh korban. Sehingga tidak pernah ada dampak khusus yang sudah pasti sama pada setiap korban penculikan.  

"Kalau misalnya si orang (korban) itu nyaman, tentunya dampak buruknya akan lebih minimal dibanding ketika orang yang menculik itu orang yang dia tidak nyaman," ujar Nina.

"Nah terus proses kembalinya. Kalau kembalinya drama penuh perebutan, pertengkaran, tentunya bisa traumatis juga untuk anak. Dibandingkan dengan ketika dia ditemukan, orangtua yang menemukan kelihatan happy, anaknya betul-betul merasa disayang dan ditunggu, itu tentu bisa lebih nyaman untuk anak."

Dalam kesempatan yang sama, Nina mengungkapkan bahwa usai anak menjadi korban penculikan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orangtua. Pada hari-hari pertama misalnya, orangtua harus berada di dekat anak secara fisik dan psikologis.

"Orangtuanya perlu ada bersama dengan dia untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan. Bersama itu physically dan secara hati bersama. Usahakan orangtua tetap terlihat oleh si anak ini. Bisa jadi itu perlu dilakukan selama beberapa hari atau lebih tergantung seberapa anak ini merasa terpisah oleh orangtuanya," kata Nina.

Usai Anak Jadi Korban Penculikan

Ilustrasi Liputan Khusus Penculikan Anak
Ilustrasi Liputan Khusus Penculikan Anak

Lebih lanjut Nina mengungkapkan bahwa pada saat masa-masa bersama dengan anak kembali, upayakan pula relasi yang dibangun penuh dengan cinta.

"Pada saat sudah bersama, usahakan memang relasinya penuh cinta. Banyak senyumnya, sampaikan rasa sayang, rasa kangen. Terus memberikan kasih sayang misalnya dengan mengajak makan makanan kesukaan anak, dipeluk, dikelonin ketika mau tidur, dan sebagainya," ujar Nina.

Nina menambahkan, penting untuk mengembalikan rutinitas yang biasa dilakukan anak di rumah seperti semula saat dirinya belum diculik. Hal ini dikarenakan rutinitas yang kembali bisa membantu menumbuhkan rasa aman pada anak.

"Rutinitas sebetulnya sesuatu yang relatif pasti. Ketika ada kepastian itu, anak bisa merasa aman. Nah, rasa aman itu yang dibutuhkan setelah dia terlepas dari rasa amannya karena penculikan," ujar Nina.

Perhatikan Sikap Anak dan Ajak Diskusi Jika Sudah Tenang

Ilustrasi Anak dan Orangtua
Ilustrasi Anak dan Orangtua Credit: pexels.com/Ketut

Setelah melakukan hal-hal di atas, Nina mengungkapkan bahwa orangtua harus mencermati sikap anak. Dari sana, bisa terlihat apakah kecemasan yang dialami oleh anak sudah berkurang atau belum.

"Setelah dia bisa kembali, cermati dalam beberapa hari tersebut. Kalau misalnya dia sudah kembali seperti biasa sama sekali enggak ada perubahan, itu bisa berkurang kecemasan kita," kata Nina.

Selanjutnya adalah mengajak anak diskusi. Dalam hal ini berarti diskusi tentang penculikan yang menimpanya. Percakapan soal penculikan baru boleh dilakukan setelah poin-poin di atas sudah dilakukan.

"Ajak anak ngobrol soal apa yang terjadi selama di sana, apa yang ditakutkan, ketika kembali perasaan dia gimana. Perlu ada diskusi semacam itu supaya benar-benar lega anak ini," ujar Nina.

"Kalau sama sekali enggak ada diskusi, dianggap bahwa dia sudah baik-baik saja, anak akan merasa bahwa kemarin yang terjadi dia hilang adalah hal biasa," pungkasnya.

Infografis Peranan Penting Orang Tua dalam Pengasuhan Anak (Parenting)
Infografis peranan penting orang tua dalam pengasuhan anak (parenting) Source: Kementerian Sosial Reublik Indonesia
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya