Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu, sebuah video dari TikTok yang diunggah akun @babydumplingg dengan konten binge eating tersebar di Twitter. Video yang telah mencapai lebih dari 36 juta penonton tersebut disebar akun Twitter @voonpie.
"Oke, aku dulu berpikir dia memiliki metabolisme yang baik, tapi (melihat video ini) rasanya tidak mungkin," tulis akun tersebut sebagai keterangan video.
Baca Juga
Sosok dalam video yang tersebar itu adalah Tram, seorang TikToker asal New York, Amerika Serikat. Dalam konten-kontennya, dia memamerkan hobi makan dalam satu hari dan di lokasi yang berbeda-beda.
Advertisement
Melihat proporsi tubuhnya yang dianggap ideal, banyak komentar warganet yang khawatir dan heran.
"Aku harap dia berbohong dalam hal memakan semua (makanan) itu, sebab itu tidak sehat," tulis akun @blue_c*** mengungkapkan kekhawatiran.
Warganet lain juga turut mengungkap keheranan terhadap TikToker dengan hampir 2 juta pengikut tersebut.
"Sebagai seorang yang bekerja di toko donat, masing-masing donat itu memiliki 320 sampai 450 kalori," tulis akun @Stephanie****.
Faktor Penyebab Fenomena Binge Eating
ok i used to believe she just had a fast metabolism but ain’t no way pic.twitter.com/1hZNEB0MDy
— voon :3 (@voonpie) February 16, 2023
Menurut seorang nutrisionis asal Surabaya, Desty Muzarofatus, ada beberapa faktor penyebab binge eating, yakni faktor psikologis, lingkungan, dan media sosial.
1. Faktor psikologi
Saat merasakan stres, beberapa orang akan melampiaskannya ke makan yang berlebihan terutama pada makanan manis atau berlemak tinggi.
"Kedua sumber makanan tersebut kadang bisa memberikan efek semacam hormon dopamin (hormon yang dapat memberikan efek bahagia), sehingga (hormon) itu bisa menjadi pemicu seseorang untuk melakukannya secara berulang-ulang," kata Desty.
2. Faktor lingkungan
Desty menjelaskan bahwa lingkungan sekitar juga dapat menjadi penentu pola makan seseorang.
"Jadi, kalau kita pengin memperbaiki pola makan menjadi lebih sehat, seharusnya (kita) mencari pertemanan yang sefrekuensi, atau kita yang harus membawa dampak baik dalam pertemanan kita," dia menambahkan.
3. Media sosial
Berdasarkan pernyataan Desty, influencer dan iklan di media sosial bisa menjadi penentu pola makan seseorang. Dia turut menanggapi konten mukbang termasuk milik Tram.
"Padahal di balik layar kita nggak tahu, sebenarnya pelaku mukbang melakukan seperti itu hanya saat take video saja. Selebihnya, (mungkin) dia benar-benar melakukan defisit kalori dari makanan, serta diimbangi dengan olahraga yang teratur," ujar Desty.
Advertisement
Peningkatan Metabolisme Tubuh yang Membuat Berat Badan Tetap Terjaga
Menurut Desty, meningkatnya metabolisme tubuh adalah sinyal baik, yang artinya salah satunya ditandai dengan terjadi peningkatan proses perubahan zat gizi makro menjadi energi di dalam tubuh.
Nutrisionis sekaligus dosen tersebut menjelaskan bahwa peningkatan metabolisme tubuh bisa didapatkan dengan menjaga pola makan.
"Makan sesuai kebutuhan dan tetap memperhatikan komposisi seimbang, yang terdiri dari sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral," katanya.
Desty menyarankan, olahraga yang teratur terutama latihan beban juga diperlukan.
"Latihan tersebut bisa mempertahankan dan meningkatkan massa otot. Semakin tinggi massa otot seseorang, maka mempermudah dalam mengubah sumber energi menjadi energi," kata Desty.
"Selain dari latihan beban, pembentukan otot juga perlu ditunjang dari konsumsi protein yang cukup," dia menambahkan.
Faktor Lainnya dan Saran Nutrisionis
Selain metabolisme tubuh yang baik, menurut Desty, ada kondisi beberapa orang yang memiliki lemak coklat lebih tinggi dibandingkan lemak putih.
Menurut laman Asosiasi Pelatih Kebugaran Indonesia, jaringan lemak coklat berperan dalam pengeluaran energi, sedangkan jaringan lemak putih berperan menyimpan energi.
Desty menjelaskan bahwa semakin tinggi pembentukan energi, maka penimbunan lemak akan menipis.
"Lemak coklat yang lebih tinggi terjadi pada bayi. Semakin bertambahnya usia, biasanya lemak coklat secara otomatis akan berkurang," katanya.
Bagaimanapun, menurut Desty, tetap tidak disarankan untuk mengonsumsi makanan manis atau berlemak tinggi secara berlebihan.
"Tetap berdampak tidak baik ketika hanya mendapatkan berat badan normal saja, tetapi tetap terdapat penyakit metabolik di dalam tubuhnya," pungkasnya.
Advertisement