Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) per 22 Februari 2023, ada 10 provinsi dengan cakupan imunisasi difteri rendah.
Dari data tersebut, DKI Jakarta termasuk ke dalam provinsi yang rendah imunisasi difteri.
Baca Juga
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menyebut kesepuluh daerah dengan cakupan imunisasi difteri rendah. Namun, persentase capaian imunisasi difteri belum disebutkan secara khusus.
Advertisement
Meski begitu, Kemenkes sebelumnya menargetkan untuk mengejar target capaian imunisasi dasar lengkap anak, termasuk imunisasi difteri di angka 90 persen. Target 90 persen imunisasi anak ini berupaya dikejar pada tahun 2022, yang mana Kemenkes menggelar Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di Jawa dan luar Jawa.
"Provinsi dengan cakupan difteri terendah, yaitu Aceh, Papua Barat, Papua, Sumatera Barat, dan DKI Jakarta. Kemudian Riau, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Barat," kata Nadia kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Rabu, 22 Februari 2023 malam.
Imunisasi difteri masuk kategori imunisasi kejar dengan pemberian vaksin kombinasi, yakni vaksin DPT-HB-Hib. Vaksin ini diberikan guna mencegah 6 penyakit, antara lain Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, serta Pneumonia (radang paru) dan Meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.
Sasaran pemberian imunisasi DPT kepada anak usia 2, 3, 4, dan 18 bulan, serta usia 5 tahun, menurut informasi dari laman Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes.
Identifikasi Daerah Rendah Imunisasi Difteri
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin akan mengejar daerah mana saja yang masih kurang cakupan imunisasi difteri. Hal ini menindaklanjuti adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dalam pernyataannya, Menkes Budi tidak menyebut secara pasti, daerah mana saja yang cakupan imunisasi difteri kurang. Walau begitu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah mendata daerah dengan cakupan imunisasi difteri yang terbilang rendah.
"Jadi, kami sudah lihat tuh daerah-daerah mana yang kurang (imunisasi) difteri. Jadi, nanti kami kejar," terang Budi Gunadi saat diwawancarai Health Liputan6.com di sela-sela acara 'Lokapala 2023, Peluncuran Dokumen Health Outlook 2023: Saatnya Berubah' di Hotel JS Luwansa, Jakarta pada Rabu, 22 Februari 2023.
"Kami sekarang sudah identifikasi daerah-daerah mana yang imunisasinya kurang."
Menilik kemunculan KLB Difteri, menurut Budi Gunadi mirip dengan kejadian KLB Polio di Aceh beberapa waktu silam. Salah satu faktornya karena cakupan imunisasi Polio yang rendah akibat terdampak pandemi COVID-19.
"Ini (KLB Difteri) kejadiannya kayak Polio kan pada saat COVID karena banyak energi habis untuk vaksinasi COVID, sehingga beberapa imunisasi (dasar lengkap) anak ketinggalan," ucapnya.
Advertisement
Masuk dalam Pemberian Imunisasi Ganda
Berkaitan dengan imunisasi dasar lengkap anak, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, vaksin difteri juga masuk ke dalam jenis vaksin yang masuk ke dalam program imunisasi yang diintroduksi secara nasional.
Vaksin yang dimaksud, yakni vaksin Hepatitis B, BCG, DPT-HB-Hib, Polio Tetes (Oral Polio Vaccine/OPV), Polio Suntik (Inactivated Polio Vaccine/IPV), Campak Rubela, Difteri Tetanus (DT) dan Tetanus Difteri (Td).
Selain itu, jenis antigen baru yang diintroduksi ke dalam program imunisasi nasional juga semakin banyak sehingga hal ini menyebabkan jumlah suntikan pada imunisasi program yang harus diberikan kepada anak semakin banyak, dan diperlukan pemberian imunisasi ganda pada satu kali kunjungan.
Pemberian imunisasi ganda telah dilaksanakan di banyak negara yang artinya, memasukkan berbagai jenis antigen dalam program imunisasi nasional.
Indonesia sendiri telah memperkenalkan pemberian imunisasi ganda secara nasional sejak tahun 2017, yaitu pada jadwal imunisasi DPT-HB-Hib-3 yang diberikan bersamaan dengan imunisasi IPV pada bayi usia 4 bulan.
Dilanjutkan Maxi, jadwal imunisasi ganda juga ada pada imunisasi lanjutan yaitu pada pemberian imunisasi campak rubela-2 dan DPT-HB-Hib-4 yang diberikan pada anak usia 18 bulan.
Data Kemenkes per 14 Juli 2022 menunjukkan bahwa cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) baru mencapai 33,4 persen, dan cakupan imunisasi pada baduta baru mencapai 28,4 persen, serta persentase bayi yang mendapat imunisasi antigen baru juga baru mencapai 29 persen.