Terungkap Alasan Masyarakat Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Menkes Budi: Antrean di Sini Panjang dan Lama

Budi Gunadi Sadikin menyebut faktor banyak orang Indonesia berobat ke luar negeri akibat antrean pasien yang panjang

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 28 Mar 2023, 15:33 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2023, 14:30 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin Membeberkan Faktor Penyebab Masyarakat Indonesia Berobat ke Luar Negeri. Hal Ini Disampaikannya Saat Public Hearing terkait Penyusunan RUU Kesehatan di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Jumat, 17 Maret 2023. (Dok Kementerian Kesehatan RI)
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin Membeberkan Faktor Penyebab Masyarakat Indonesia Berobat ke Luar Negeri. Hal Ini Disampaikannya Saat Public Hearing terkait Penyusunan RUU Kesehatan di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Jumat, 17 Maret 2023. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI), Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa salah satu faktor warga berbondong-bondong berobat ke luar negeri terkait dengan antrean pasien. Menurut Budi antrean untuk berobat di rumah sakit (RS) Rujukan kerap kali panjang dan lama.

Upaya demi memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, Budi Gunadi Sadikin akan memperbaiki pelayanan kesehatan rujukan. Hal ini sejalan dengan pilar transformasi kesehatan yang sedang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI di bidang pelayanan kesehatan rujukan. 

"Kami mau memperbaiki layanan rujukan ya supaya rumah sakit-rumah sakit kita ini bener-bener aksesnya merata, kualitasnya sama. Jangan orang-orang sebentar-sebentar harus dibawa ke Jakarta," kata Budi Gunadi saat sesi ‘Public Hearing RUU Kesehatan Bersama Dinkes Seluruh Indonesia, IDI dan PDGI’ di Gedung Kemenkes RI Jakarta, belum lama ini.

"(Layanan rujukan) itu harus terjangkau, jangan mahal sehingga orang malah ke luar negeri gara-gara antreannya panjang dan mahal. Itu sesuatu yang kita menghindari supaya masyarakat kita benar-benar dapat akses dan negara harus hadir karena itu adalah tanggung jawab negara untuk memastikan bahwa layanan kesehatan bagi masyarakatnya," ujarnya.

Tingkatkan Layanan Kesehatan ke Masyarakat

Perbaikan layanan rujukan ini masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan atau RUU Kesehatan. Kemenkes sedang menghimpun Daftar Isian Masukan (DIM) dari partisipasi publik.

Masukan-masukan partisipasi publik akan ditampung dan ditindak lanjuti, apakah dapat masuk ke dalam pembahasan RUU Kesehatan atau tidak. Meski masukan diproses dengan seleksi, arah kebijakan RUU Kesehatan bertujuan agar pelayanan kesehatan menjadi lebih baik.

"Nah, buat kami di pemerintahan sendiri, arahnya kita cuma dua, yaitu pertama, apapun yang kita lakukan harus lebih baik buat masyarakat dan kata-kata ‘masyarakat’ ini penting. Jadi semuanya dikembalikan ke masyarakat, bukan buat Menkesnya, bukan buat perguruan tingginya, bukan buat kolegium, bukan buat organisasi profesinya," kata Menkes Budi.

"Tapi yuk kita bawa ke tatanan masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan layanan kesehatan ke masyarakat, karena itu memang yang diwajibkan oleh UUD 1945 Pasal 28," dia menambahkan.

Pemenuhan Dokter sampai Obat-obatan

Adanya Masalah pada Sistem Pencernaan
Ilustrasi kemandirian obat dan pemenuhan dokter di Indonesia. Credit: pexels.com/Mart

Dari segi peningkatan layanan rujukan, Budi Gunadi Sadikin juga berfokus melakukan upaya pemenuhan kebutuhan dokter, alat kesehatan, dan obat-obatan. Dalam hal obat-obatan, pandemi COVID-19 memberikan pelajaran bahwa kemandirian obat itu penting.

“Itu akan diberesin semua rumah sakit-rumah sakit, kita itu butuh alat, butuh dokter, butuh segala macam untuk kualitas dan terjaga obat-obatnya agar terjangkau. Ya supaya tadi itu agar layanan rumah sakit menjadi baik,” katanya.

“Tahanan kesehatan itu penting. Pada saat (awal) pandemi, obat enggak ada, masker enggak ada, vaksin enggak ada. Jadi semua industri itu harusnya dibangun di dalam negeri. Ada banyak program-program kita jalankan. Sebenarnya kami juga lakukan banyak untuk mereformasi struktur industri kesehatan, vaksin dan obat-obatan.”

Tak hanya layanan rujukan, masyarakat pun harus mudah mendapatkan akses layanan kesehatan primer. Kemenkes akan merevitalisasi layanan primer. 

“Sebenarnya banyak yang kami masukkan di Undang-Undang ini (RUU Kesehatan) topik mengenai layanan primer. Karena kami merasa di masyarakat, kalau pengen jaga masyarakat, kita sehat, layanan primer ini promotif preventif,” pungkas Menkes Budi.

Negara Harus Hadir untuk Pastikan Layanan Kesehatan

Perbaikan layanan rujukan dan layanan primer di atas turut dibahas dalam RUU Kesehatan. Penyelesaian masalah kebutuhan layanan kesehatan akan diupayakan oleh negara. 

“Prinsipnya adalah negara harus hadir untuk bisa memastikan layanan kesehatan di masyarakat ini diberikan. Kehadiran negara ini juga ada di Pasal 34, yaitu kita masih memastikan bahwa karena kehadiran negara itu present (hadir),” Budi Gunadi melanjutkan.

“Kalau ada masalah, negara bisa masuk dan memutuskan untuk menyelesaikan masalah. Itu yang mendasari jadi seharusnya ini bisa bermanfaat untuk masyarakat sehingga apapun nanti level diskusi akan kita bawa balik ke tataran masyarakat.”

Negara juga harus hadir karena memang negara yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa layanan kesehatan itu harus bisa diberikan.

Tak Usah Marah-marah Sikapi Berobat ke Luar Negeri

Kabar Baik! Kini Pasien Positif Covid-19 dari Hasil Antigen Dapat Layanan Telemedicine dan Obat Gratis
Pasien di Indonesia banyak yang berobat ke luar negeri. (pexels/edward jenner).

Menkes Budi Gunadi mengakui pelayanan rumah sakit di Indonesia masih kurang, baik dari sisi produksi dokter spesialis maupun alat kesehatan juga obat-obatan. Tak heran, kondisi ini membuat masyarakat harus berobat ke luar negeri. 

Kritikan pedas disertai emosi marah-marah terus mengalir dalam beberapa waktu belakangan terkait banyak warga Indonesia yang berobat ke Malaysia serta negara tetangga.

Rata-rata mengeluh pelayanan rumah sakit dan tenaga kesehatan di Indonesia kurang optimal. Alasan ini membuat sebagian masyarakat kita mencari pengobatan ke luar negeri.

Walau begitu, Budi Gunadi menilai sebenarnya tidak perlu marah-marah menyikapi permasalahan berobat ke luar negeri. Sikap yang perlu diterapkan saat ini adalah bagaimana kita bisa memperbaiki pelayanan rumah sakit. 

“Misalnya, kok pelayanan cancer-nya (kanker) begini, enggak bisa akses. Terus masyarakat ke mana? Ya memilih ke Malaysia. Nah, banyak yang berobat ke Malaysia ini kemudian masuk di pojok berita, lalu orang-orang kita marah,” terang Menkes Budi saat acara 'Public Hearing RUU Kesehatan Bersama dengan Organisasi Profesi' yang diikuti Health Liputan6.com di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta, Rabu (15/3/2023).

“Lha kok marah? Kalau orang kritik, ada kenyataan gitu. Itu kan masyarakat memang menderita gitu ya, kita dengar, kita perbaiki diri. Enggak usah marah-marah, mendingan diperbaiki supaya waktu daftar rumah sakitnya mana sih di Indonesia atau yang pergi ke Malaysia itu kenapa sih?

Biaya Rumah Sakit di Luar Negeri Benaran Murah?

Ketika ditanya kisaran biaya rumah sakit di luar negeri yang dianggap murah, Menkes Budi menjawab untuk dapat mengeceknya masing-masing.

"Teman-teman bisa cek sendiri. Ya saya ada datanya, tapi teman-teman bisa cek sendiri," pungkasnya.

Biaya Pengobatan Lebih Murah di Luar Negeri

Durasi Isoman hingga Kriteria Sembuh Bagi Pasien Omicron
Biaya berobat ke luar negeri lebih murah. /dok. Unsplash Taisiia

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama ikut angkat bicara soal warga RI yang lebih memilih berobat ke luar negeri. Disebutkan Tjandra, ada beberapa pemeriksaan dan pengobatan tertentu ternyata harganya di negara tetangga lebih murah dari Indonesia.

“Walaupun saya tidak punya data perbandingan angka secara pasti. Untuk ini, salah satu penjelasannya adalah harga alat kedokteran yang memang lebih mahal di Indonesia daripada di sebagian negara tetangga,” tulisnya melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com, Minggu (12/3/2023).

Tjandra menceritakan pengalaman pribadinya. Menurutnya, dokter-dokter dari Indonesia datang ke India untuk belajar atau berkunjung. Ketika pulang, mereka membawa berbagai alat kesehatan yang memang lebih murah harganya.

“Kalau di India, obat-obatan juga jauh lebih murah dari di kita, sehingga saya pun sampai sekarang memakan obat rutin yang saya beli dari India, baik titip ke teman maupun beli sendiri ketika saya ke Mumbai dua minggu yang lalu,” terangnya.

Kemampuan Dokter RI Sama Baiknya dengan Negara Tetangga

Selanjutnya, Tjandra optimis bahwa kemampuan dokter dan tenaga kesehatan (nakes) lain di Indonesia secara umum sama baiknya dengan nakes di negara tetangga.

“Kalau tentang kemampuan dokter dan tenaga kesehatan Indonesia secara umum sama baiknya dengan negara tetangga,” sambungnya.

Dalam berbagai arena ilmiah kedokteran, tidak sedikit dokter dan pakar kesehatan Indonesia yang cukup menonjol dan mendapat apresiasi serta dihormati.

“Demikian juga jelas selama ini peran penting dokter dan pakar kita di berbagai organisasi internasional kesehatan dan kedokteran regional dan dunia,” ujar Tjandra.

“Tentu saja ada variasi dalam tenaga dan pelayanan kesehatan di negara kita antara tempat satu dengan lainnya. Hanya saja, secara umum sebenarnya pelayanan kesehatan terus membaik dari waktu ke waktu dan tentu perlu terus ditingkatkan sesuai perkembangan ilmu.”

Infografis Ragam Tanggapan 28 Negara Antre Jadi Pasien IMF. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Ragam Tanggapan 28 Negara Antre Jadi Pasien IMF. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya