Liputan6.com, Jakarta Usai melewati Lebaran Idul Fitri hari kedua, beberapa orang sudah bersiap-siap meninggalkan kampung halaman. Tak sedikit yang menempuh jalur darat dan berkendara menggunakan mobil maupun motor.
Dokter yang mendalami kesehatan tidur dari Snoring & Sleep Disorder Clinic Jakarta, Andreas Prasadja pun mengungkapkan ada beberapa orang yang tidak disarankan untuk menyetir. Salah satunya ternyata pendengkur.
Baca Juga
"Pendengkur tidak boleh berkendara. Jadi ada aturannya tuh di negara-negara lain, di negara-negara maju dimana kalau ada pendengkur datang ke klinik gangguan tidur, ke sleep disorder clinic, ke sleep lab SIM-nya mesti ditahan dulu sampai dinyatakan sehat kembali," ujar Prasadja mengutip video yang diunggah olehnya melalui akun TikTok @drprasadja, Minggu (23/4/2023)
Advertisement
Prasadja menjelaskan, penyebabnya berkaitan dengan risiko kecelakaan yang ternyata jauh lebih tinggi pada pendengkur. Setidaknya, pendengkur punya risiko 15 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan dibanding yang tidak. Â
Pendengkur Punya Risiko Tercekik dan Sesak
Lebih lanjut Prasadja mengungkapkan bahwa pada pendengkur dengan kategori yang parah, ada risiko untuk tercekik dan mengalami sesak saat menarik napas.
"Ketika tercekik sesak kan, karena sesak, bangun. Ini yang parah seperti itu, yang tidak parah, tidak terdeteksi juga banyak. Tapi, prinsipnya, berhenti-berhenti itu napas. Oksigennya turun naik, turun naik," kata Prasadja.
"Nah, pada gelombang otak apa yang terjadi? Micro arousal. Proses tidurnya terpotong-potong, karena sesak bangun tidur lagi, bangun tidur lagi tanpa terjaga," sambungnya.
Pendengkur Berisiko Alami Hipersomnia
Prasadja yang aktif memberikan konten edukasi di TikTok turut mengungkapkan bahwa itulah sebabnya mengapa pendengkur tidak disarankan untuk berkendara. Mengingat tidur yang dialami sehari-hari terpotong dan tidak terjaga dengan baik saat malam hari.
"Ini sebabnya. Bangun enggak segar, siang ngantukan. Kita sebut sebagai hipersomnia atau kantuk yang berlebihan," ujar Prasadja.
Lantas, apa yang harus dilakukan? Menurut Prasadja, penting bagi para orang yang sering mendengkur untuk lebih dulu melakukan pengobatan. Jika memang nanti sudah dinyatakan sembuh, maka pasien bisa kembali berkendara.
"Nah, pendengkur tidak boleh berkendara. Jadi gimana? Ya dirawat dulu sampai sembuh," kata Prasadja.
Advertisement
Berkendara Saat Ngantuk Sama Seperti Mabuk
Dalam kesempatan berbeda, Prasadja mengungkapkan bahwa berkendara saat sedang mengantuk sebenarnya sama berbahayanya dengan mengendara saat mabuk. Pasalnya, bukan hanya dapat menyebabkan micro sleep.
"Berkendara dalam kondisi mengantuk itu sama bahayanya dengan dalam kondisi mabuk. Bukan takut microsleep ketiduran, bukan itu saja. Ngantuknya saja sudah bahaya. Konsentrasi, kewaspadaannya, respons refleknya sudah buruk. Jadi karena itu, istirahat dulu," ujar Prasadja.
Menurut Prasadja, penting untuk menabung tidur. Artinya, lengkapi tidur malam dengan durasi tujuh sampai delapan jam setiap harinya.
"Sebisa mungkin cukup tidur. Sebelum berangkat mudik, paling enggak enam jam tidur ya, minimum. Kemudian dua tiga jam sekali, istirahat. Berkendaralah di waktu yang biasanya Anda terjaga, jangan di waktu tidur. Kalau biasanya tidur malam, jangan berkendara di malam hari, di siang hari dong," kata Prasadja.
Manfaatkan Rest Area untuk Istirahat Waktu Mudik
Prasadja menjelaskan, penting untuk memanfaatkan rest area sewaktu perjalanan panjang. Dirinya pun memberi tips untuk minum kopi lebih dulu sebelum tidur. Dengan begitu, Anda bisa dapat dua manfaat dari kopi maupun tidur.
"Namanya nap a latte, apa tuh? Masuk ke rest area, ngopi dulu. Habis ngopi, istirahat deh, tidur siang. 15 menit setengah jam. Anda akan mendapatkan semua manfaat tidur. Semangat lagi, fresh lagi, konsentrasi lagi, refleksnya bagus lagi," ujar Prasadja.
"Kemudian dalam 30 menit, kafeinnya kick in, mulai bekerja. Jadi Anda mendapatkan manfaat kopinya, mendapatkan manfaat tidurnya," pungkasnya.
Advertisement