RUU Kesehatan Dinilai Terburu-buru, Tak Perhatikan Masukan Organisasi Profesi Kesehatan

Organisasi Profesi Kesehatan menolak RUU Kesehatan karena tidak memerhatikan masukan dari tenaga kesehatan yang sehari-hari di lapangan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 08 Mei 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2023, 11:32 WIB
Pergelangan Tangan Cidera Akibat Memasak, Chef Irlandia Tuntut Restoran Tempat Kerjanya
Ilustrasi penolakan terhadap RUU Kesehatan yang dinilai tidak memerhatikan masukan dari Organisasi Profesi Kesehatan. (dok. unsplash/Novi Thedora)

Liputan6.com, Jakarta Lima Organisasi Profesi Kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menilai pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terburu-buru.

Wakil Sekjen Ikatan Apoteker Indonesia Tresnawati mengatakan, RUU Kesehatan dinilai terburu-buru itu tidak memerhatikan masukan dari Organisasi Profesi Kesehatan.

Hal itu menjadi salah satu alasan kelima organisasi profesi menyerukan aksi damai bersama seluruh tenaga medis di Indonesia untuk menghentikan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law oleh Pemerintah pada Senin, 8 Mei 2023.

“Ada dua hal yang membuat kami terpaksa melakukan rencana aksi. Pertama, pembahasan RUU ini yang dari awal banyak yang disembunyikan dan sangat terburu-buru, tanpa memerhatikan masukan dari kami, dari Organisasi Profesi Kesehatan Medis," kata Tresnawati melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Senin (8/5/2023).

Upaya Memecah Belah Masyarakat Profesi Kesehatan

Alasan kedua digelarnya aksi damai, yakni RUU Kesehatan dianggap upaya untuk mengadu domba memecah belah masyarakat profesi kesehatan.

"Ini akan sangat merugikan masa depan kesehatan. Keberadaan Organisasi Profesi Kesehatan yang selama ini mengabdi bagi negeri, tidak diterima masukannya,” lanjut Tresnawati.


Masih Tidak Ada Jaminan Perlindungan Tenaga Kesehatan

Sekjen Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Ade Jubaedah menuturkan, RUU Kesehatan Omnibus Law justru tidak memberikan jaminan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan yang bertugas. Padahal, salah satu tantangan utama yang dihadapi sistem kesehatan Indonesia adalah akses terhadap perawatan.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya 38 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap layanan kesehatan dasar. Hal ini sebagian disebabkan kurangnya infrastruktur dan sumber daya di daerah pedesaan, di mana banyak orang Indonesia tinggal.

Perlu Perluasan Fasilitas Kesehatan

Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada perluasan fasilitas dan layanan kesehatan di daerah-daerah tersebut, serta peningkatan pembiayaan untuk kesehatan.

“Banyak tenaga kesehatan yang bersedia bertugas di tempat-tempat terpencil, namun tidak dapat bekerja secara maksimal karena minimnya sarana baik fasilitas kesehatan maupun akses menuju faskes yang tidak diperhatikan oleh Pemerintah," terang Ade.

"Belum lagi masih tidak ada jaminan perlindungan dan keselamatan para tenaga kesehatan saat bertugas dari pemerintah setempat dan pusat."


Eksistensi Organisasi Profesi Dijaga

Stetoskop
Ilustrasi Menkes Budi Gunadi jaga eksistensi organisasi profesi kesehatan. Photo Unsplash

Menurut Ketua PB IDI Moh. Adib Khumaidi, RUU Kesehatan tidak seharusnya menghilangkan keberadaan Organisasi Profesi Kesehatan.

“Posisi organisasi profesi sangat penting karena selama ini proses yang sudah dilakukan cukup baik. Posisi IDI jelas membantu negara, sehingga eksistensi organisasi profesi dalam UU sepatutnya tidak dieliminir,” ujar Adib dalam Public Hearing RUU Kesehatan Bersama Menteri Kesehatan dengan Dinkes Seluruh Indonesia, IDI, dan PDGI, Jumat (17/3/2023).

Let the doctor choose

Terkait hal tersebut, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin pun memberi tanggapan.

“Eksistensi organisasi profesi dijaga, ini mulai rame nih, saya jaga. Nah, kalau saya sebagai pemerintah ya semua yang dikembalikan ke masyarakat is better (itu lebih baik),” kata Budi Gunadi dalam kesempatan yang sama.

“Kalau menurut saya, Pemerintah harusnya enggak intervensi karena itu ranahnya para dokter. Let the doctor choose, and I think that is very democratic,” kata Budi.

Dengan kata lain, Budi Gunadi setuju bahwa organisasi profesi memang harus ada. Terkait jumlahnya, Budi menilai cukup satu yang diakui pemerintah.

“Siapa yang diakui pemerintah? I let the doctors to choose, saya pikir itu cara paling demokratis ketimbang Pemerintah yang menentukan (Organisasi Profesi yang diakui Pemerintah),” pungkasnya.


Prinsip RUU Kesehatan

Memberikan ruang untuk para dokter memilih organisasi profesi yang diakui Pemerintah juga berkaitan dengan prinsip RUU Kesehatan.

Menurut Budi Gunadi Sadikin, ada dua prinsip utama RUU Kesehatan, yakni harus baik untuk masyarakat dan negara harus hadir.

“Buat kami di pemerintahan, arahnya (RUU Kesehatan) cuma dua yaitu pertama, apapun yang dilakukan harus baik untuk masyarakat. Dan kedua, negara harus hadir,” jelasnya.

Semua untuk Masyarakat

Menkes Budi Gunadi menambahkan, masyarakat bukan sekadar kata, tapi memang semuanya -- RUU Kesehatan -- dikembalikan untuk masyarakat.

“Semuanya dikembalikan untuk masyarakat, bukan untuk Menkesnya, bukan untuk perguruan tingginya, bukan buat profesinya, tapi kembali lagi yuk kita bawa ke tatanan masyarakat, bagaimana kita bisa meningkatkan layanan kesehatan ke masyarakat karena itu yang memang diwajibkan oleh UUD 1945,” tambahnya.

Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Benar. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Benar. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya