Liputan6.com, Jakarta - Persoalan guru honorer sudah cukup lama terjadi di Indonesia. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia (Mendikbudristek) Nadiem Makarim pun menjelaskan apa-apa saja penyebab di balik masih adanya guru honorer.
Menurut Nadiem Makarim, ada tiga penyebab utama yang mendorong guru honorer masih terus bermunculan. Lantas, apa sajakah itu? Berikut diantaranya.
Baca Juga
1. Sistem Keluar Masuk Guru yang Mudah
Pertama, guru honorer masih terus ada lantaran sistem keluar masuk yang selama ini terjadi dengan mudah. Padahal, perekrutan guru tidak dapat berlangsung dengan cepat dan tiba-tiba.
Advertisement
Hal tersebut dikarenakan perekrutan guru ASN (Aparatur Sipil Negara) selama ini terjadi secara terpusat, yang mana hanya dilakukan setiap setahun sekali.
"Guru itu adalah pekerja di dalam sekolah-sekolah kita yang bisa kapan saja pindah. Bisa saja berhenti, pensiun, ataupun meninggal sewaktu-waktu," ujar Nadiem saat rapat kerja bersama Komisi X DPR RI pada Rabu, 24 Mei 2023.
"Jadi sekolah itu tidak bisa mengganti karena harus menunggu rekrutmen guru ASN secara terpusat. Jadi ini suatu hal yang sangat sedikit berbeda, dimana siklus di sekolah itu ada kebutuhan guru yang real time, yang terjadi secara berkala," sambungnya.Â
Nadiem menambahkan, sistem itulah yang membuat sekolah akhirnya mau tidak mau harus merekrut guru honorer.
"Rekrutmen guru itu dilakukan secara gelondongan per tahun. Menurut kita ini suatu masalah yang akan selalu menyebabkan kebutuhan guru secara tiba-tiba di dalam sekolah, yang ujung-ujungnya pasti akan terpaksa merekrut honorer dan ini harus kita selesaikan dengan mekanisme," kata Nadiem.
2. Perekrutan Guru ASN Terpusat
Lebih lanjut Nadiem menambahkan, penyebab kedua berkaitan dengan perekrutan guru ASN yang masih dilakukan secara terpusat. Perekrutan itu dilakukan terpusat karena ada kekhawatiran jumlah guru dan kompetensinya yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Padahal menurut Nadiem, jika sudah ada data kebutuhan guru dari tiap sekolah, pihak sekolah seharusnya sudah tahu bagaimana kebutuhan rekrutmen guru di sana.
"Mereka (sekolah) yang membutuhkan dan tentunya pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa mengawasi berdasarkan jumlah murid, jumlah kapasitas berapa sih sebenarnya guru yang dibutuhkan di masing-masing sekolah," ujar Nadiem.
"Nah, karena perekrutan ini dilakukan pusat, makanya terjadi siklus-siklus yang tidak sinkron dengan masing-masing sekolah," tambahnya.
Alhasil, dari perekrutan yang tidak sinkron itu, muncul lagi perekrutan guru honorer.
Advertisement
3. Pengajuan Kebutuhan Guru ASN Tak Sesuai
Ketiga, Nadiem mengungkapkan bahwa pemerintah daerah tidak mengajukan formasi guru ASN sesuai dengan kebutuhan sekolah. Dari sanalah, muncul ketidaksesuaian antara kebutuhan dan ketersediaan di lapangan.
"Pemda tidak mengajukan formasi guru ASN yang sesuai dengan kebutuhan data dari pusat. Dari jumlah murid, dapodik (data pokok pendidikan), karena berbagai macam alasan," kata Nadiem.
Solusi yang Akan Mulai Diterapkan pada 2024
Berkaitan dengan ketiga permasalahan tersebut, Nadiem menyebut pihaknya bersama tiga kementerian berbeda sudah menyiapkan solusi. Solusi ini rencananya akan diterapkan pada 2024 mendatang.
"Permasalahan ini mendorong pemerintah pusat untuk mencari solusi, dan alhamdulillah setelah enam bulan diskusi diantara empat kementerian Kemendikbud Ristek, Kemenkeu, Kemendagri, dan KemenPAN-RB, kita akhirnya sudah merucut pada suatu solusi," kata Nadiem.
"Harapannya ini akan jadi solusi permanen yang akan diimplementasi di tahun 2024."
Advertisement