Menkes Budi Geram Praktik Bullying Calon Dokter Spesialis: Rusak Suasana Belajar, RS Jadi Toxic

Tidak ingin rumah sakit (RS) menjadi toxic gara-gara praktik bullying dokter.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 21 Jul 2023, 17:00 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2023, 17:00 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin tidak ingin praktik bullying pada dokter membuat RS Vertikal Kemenkes menjadi toxic saat memberikan keterangan pers terkait ‘Peraturan Bullying dalam UU Kesehatan’ di Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Jakarta pada Kamis, 20 Juli 2023. (Dok Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta Praktik bullying dokter yang telah mengakar bertahun-tahun membuat geram Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin. Perundungan yang kerap menimpa calon dokter spesialis perlu diberantas, khususnya mereka yang belajar di Rumah Sakit (RS) Vertikal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Pengaturan bullying pada dokter beserta sanksinya ketat tertuang dalam Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.01/Menkes/1512/2023 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan Di Lingkungan Kementerian Kesehatan.

“Saya hanya bisa atur yang saya bisa atur."

"Itu tadi misalnya, peserta didik kan bukan anggota civitas rumah sakit kita secara resmi, tapi kan dia praktiknya di rumah sakit kita (RS Vertikal Kemenkes),” terang Budi Gunadi  saat memberikan keterangan pers terkait ‘Peraturan Bullying dalam UU Kesehatan’ di Gedung Kemenkes RI Jakarta pada Kamis, 20 Juli 2023.

“Jadi apakah kita memecat mereka sebagai peserta didik atau penurunan tingkatan? Ya enggak bisa. Tapi saya berhak bilang, kamu belajarnya jangan di sini, di rumah sakit lain aja.”

Merusak Suasana Belajar, RS Jadi Toxic

Selain itu, Budi Gunadi tak ingin RS Vertikal Kemenkes menjadi toxic – membawa pengaruh buruk – gara-gara terdapat kejadian bullying senior ke junior maupun pengajar terhadap peserta didiknya. 

“Saya juga bisa bilang, kalau kamu belajar di sini, merusak suasana belajar mengajar yang baik dan rumah sakit kita jadi toxic juga, kita enggak mau,” pungkasnya.

Ya udah aja, cari rumah sakit lain yang bisa belajar dengan practices seperti itu. Kita konsentrasi ke rumah sakit pendidikan yang memang dalam kelola kami. Mudah-mudahan bisa menjadi contoh.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


“Yang Saya Lakukan, Tegas Aja”

Dengan diterbitkannya Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.01/Menkes/1512/2023 bagi Menkes Budi Gunadi Sadikin sebagai bentuk penegasan, bahwa tidak ada ampun soal bullying dokter.

“Kalau pengalaman saya, kepala sekolahnya masih orang Belanda waktu itu, bagaimana caranya orang Indonesia bisa disiplin? Kita lihat Indonesia dengan orang Singapura atau orang Jepang lah dari sisi bisnis,” jelasnya.

“Orang Indonesia bisa (disiplin). Asal satu, tegas aja. Aturannya tegas, hukumannya tegas. Jadi, yang saya lakukan adalah tegas aja.”


Kalau Terbukti Bullying, Harus Dihukum

Unilever Indonesia dan Komunitas Sudah Dong Luncurkan E-booklet Anti Workplace Bullying untuk Peringati Hari Toleransi Internasional 2022
Ilustrasi ketika nanti terbukti terjadi bullying terhadap dokter junior, maka pelaku harus dihukum sesuai ketentuan sanksi yang ada. Credits: unsplash.com by Elisa Ventur

Menkes Budi Gunadi Sadikin menuturkan, biasanya kalau orang Indonesia mau dihukum ibanya luar biasa. Namun, ketika nanti terbukti terjadi bullying terhadap dokter junior, maka pelaku harus dihukum sesuai ketentuan sanksi yang ada.

Apakah nanti sanksi ringan, sedang atau berat. Pemberian sanksi pun akan dikaji oleh tim Kemenkes.

“Ya kalau memang salah ya dihukum, kan udah jelas. Ada tuh sanksinya tertulis. Kalau berulang langsung aja diskors, siapapun dia sih, skors aja. Aturannya begitu,” tutur Budi Gunadi.

“Orang Indonesia kalau diberikan (hukuman) jelas, mereka ikut kok.”


Tidak Mendengar Ada Bullying pada Bidan dan Perawat

Di sisi lain, perihal peraturan perundungan dokter menimbulkan pertanyaan, kenapa hanya dokter, sementara bidan dan perawat tidak disebutkan? 

Budi Gunadi Sadikin menjawab, kasus bullying lebih banyak terjadi di dunia kedokteran. Sampai saat ini, ia mengaku tidak mendengar adanya perundungan dalam pendidikan bidan dan perawat.

“Kenapa hanya dokter? Yang kita denger ya gitu ya yang terjadi. Tidak mendengar itu pendidikan di bidan, perawat. Kalau di dokter itu ada Instagram-nya, nah kasus di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) juga banyak sekali,” bebernya.

“Dan kita sudah panggil juga, bukan hanya lihat di IG dan media sosial. Kita sudah lakukan zoom call dengan mereka dan confirm itu (bullying) terjadi.”

Bicara dengan Para Orang Tua

Pihak Kemenkes juga sudah banyak bicara dengan orang tua yang anaknya mengambil spesialis.

“Karena mereka mengeluh ke orang tua. Jadi kita dengarkan masukan dari mereka seperti apa,” tutup Menkes Budi Gunadi.

Infografis Kunci Utama Putus Rantai Covid-19
Infografis Kunci Utama Putus Rantai Covid-19 (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya