Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI, dr Prima Yosephine MKM menyebut bahwa angka kejadian baru dan kematian akibat kanker serviks atau kanker leher rahim di Indonesia masih sangat tinggi.
Bahkan, kata Yosephine, kasus kanker serviks di Indonesia paling tinggi di antara negara-negara Asia Tenggara. Meski data yang dipaparkannya masih menggunakan data 2020.
Baca Juga
"Data ini kurang lebih tetap sama. Kalau kita lihat di negara kita, dalam satu tahun, ada 36 ribu kasus baru kanker leher rahim didiagnosis. Kalau kita ambil per harinya, ada sekitar 89 kasus baru per hari," kata Yosephine di Kelas Jurnalis 'Perluas Cakupan, Perkuat Kesadaran: Bersama Capai Generasi Bebas Kanker Serviks' pada Selasa, 14 November 2023.
Advertisement
Lebih lanjut, diperkirakan ada 21 ribu orang dari kasus-kasus baru ini yang meninggal. Dalam sehari, kata Yosephine, kira-kira ada 50 orang.
"Luar biasa memang tingginya. Bisa dibayangkan ini bukan angka yang kecil," katanya.
Dijelaskan Yosephine, jika dibanding jumlah total penduduk Indonesia, angka kejadian baru (insiden) adalah 24,4 di antara 100 ribu penduduk.
Sementara angka kematian akibat kanker serviks adalah 14,4 di antara 100 ribu penduduk.
Menurut studi yang dipaparkan Yosephine bahwa sebagian besar, bahkan sekarang lebih dari 95 persen angka kanker serviks memang disebabkan infeksi HPV (Human papillomavirus).
"Umumnya virus ini menyerang perempuan yang berada di usia reproduksi," ujarnya.
Dengan angka kejadian kematian yang cukup tinggi dan melihat dari data cost yang sudah dikeluarkan, Yosephine, mengatakan, beban ekonomi yang ditimbulkan kanker leher rahim meningkat sangat tajam di 2018.
"Jika dibanding dengan beban 2014 naiknya itu lebih dari 100 persen, yaitu 120 persen. Jadi, besar sekali beban kerugian yang diakibatkan kanker leher rahim ini," ujarnya.
Â
Â
Kanker Serviks Bisa Dicegah
Meski berisiko mematikan, Yosephine menekankan bahwa kanker serviks dapat dicegah.
Menurut Yosephine, tingkat kematian jika sudah dinyatakan kanker serviks cukup tinggi karena umumnya pasien datang sudah terlambat. Dan, imunisasi atau vaksinasi merupakan upaya pencegahan yang paling murah.
Terlebih, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui WHO Position Paper tentang Vaksin HPV yang dikeluarkan Desember 2022 merekomendasikan negara untuk mengintroduksi vaksin HPV ke dalam program imunisasi nasional.
Dengan harapan 90 persen anak perempuan di umur 15 tahun pada 2030 sudah divaksinasi.
"Kemenkes terus melakukan perluasan imunisasi HPV secara nasional. Saat ini, vaksinasi HPV tahun 2023 melalui program BIAS baru mencapai 65,5 persen. Untuk mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian akibat kanker serviks diperlukan capaian imunisasi HPV minimal 90 persen," katanya.
"Inilah mengapa, kesadaran bagi orang tua untuk memanfaatkan program imunisasi HPV nasional perlu terus diperkuat, guna melindungi anak-anak dari resiko kanker serviks di masa depan," ujarnya.
Â
Â
Advertisement
Pemberian Vaksin HPV ke Anak Sekolah
Meski begitu, vaksinasi HPV bukan satu-satunya cara untuk pencegahan kanker serviks.
Vaksin HPV tetap diberikan bersamaan dengan rangkaian strategi pencegahan yang terkoordinasi dan komprehensif, termasuk edukasi perilaku dan informasi skrining, diagnosis, dan tata laksana.
"Vaksin HPV juga disarankan oleh WHO bisa diberikan dengan berbagai kombinasi upaya yang sudah ada selama ini. Misalnya, memanfaatkan di fasilitas kesehatan dan sekolah, maupun kampanye lainnya.
"WHO mengimbau agar fokus dulu kepada anak-anak perempuan yang usianya di bawah 15 tahun, yaitu 9 sampai 14 tahun," katanya.
Selain itu, WHO juga menjamin semua vaksin yang sudah mendapatkan lisensi memiliki keamanan yang sangat baik dan efektif.
Â
Â
MSD Jalin Kerjasama dengan Kemenkes RI
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa keberhasilan program eliminasi kanker serviks memerlukan dukungan dan peran aktif dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk jurnalis dan media.
"Apresiasi kepada PT Merck Sharp & Dohme (MSD) Indonesia, yang menyelenggarakan kegiatan ini. Diharapkan dapat meningkatkan pemahaman jurnalis tentang pencegahan kanker serviks, yang selanjutnya akan membantu menyebarkan kesadaran ini kepada masyarakat," katanya.
"Dengan demikian, diharapkan target cakupan imunisasi HPV bagi 2,9 juta anak usia sekolah dasar kelas 5 dan 6, serta target deteksi dini dapat tercapai,"Â Menkes menambahkan.
Sejalan dengan upaya Kemenkes, komitmen untuk membantu mengeliminasi penyebaran kanker serviks di Indonesia juga ditunjukkan oleh MSD Indonesia.
"MSD berkerjasama dengan Kemenkes melakukan edukasi berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang infeksi HPV agar dapat mendorong masyarakat untuk makin proaktif dalam menjaga kesehatannya, utamanya untuk mencegah kanker serviks,"Â kata Managing Director MSD Indonesia, George Stylianou.
"MSD juga mendukung tenaga Kesehatan untuk semakin aktif memberikan edukasi mengenai imunisasi HPV. Kami percaya setiap orang berhak mendapatkan akses informasi yang kredibel, serta akses mendapatkan imunisasi HPV sebagai langkah pencegahan penyebaran kanker serviks," George menambahkan.
Advertisement