Liputan6.com, Jakarta Sampai saat ini, masih ada keraguan terhadap pelaksanaan pelepasan nyamuk Wolbachia di kalangan masyarakat. Padahal, kajian Wolbachia sudah dilakukan sebelumnya di Yogyakarta dengan hasil baik, yakni mampu menurunkan angka kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Maxi Rein Rondonuwu menerangkan, nyamuk yang dimasukkan bakteri Wolbachia justru menekan virus dengue berkembang biak.
Baca Juga
Sehingga, ketika nyamuk ber-Wolbachia menggigit manusia, maka tidak menularkan virus dengue.
Advertisement
"Begitu nyamuk Wolbachia, dia isap darah, virus dengue di nyamuk enggak berkembang. Ya kalau gigit, tidak ada membawa virus," terang Maxi saat Diskusi publik "Peran Masyarakat dalam Perlindungan Keluarga terhadap Ancaman Dengue" di Hotel Manhattan Jakarta pada Rabu, 17 Januari 2024.
"Jenis nyamuk kan sama, cuma dimasukkin bakteri Wolbachia dan aman. Bakteri Wolbachia itu yang biasa hidup di lalat, enggak masalah."
Relawan yang Digigit Nyamuk Wolbachia Itu Hidup Sehat
Terkait dengan efek gigitan nyamuk Wolbachia yang dianggap berbahaya dan menimbulkan mutasi virus, Maxi menuturkan, para relawan di Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat produksi telur Wolbachia, sampai saat ini hidup sehat.Â
"Tangan relawan juga digigit nyamuk, mereka masih hidup sehat sampai sekarang. Enggak ada kena apa-apa itu udah digigit nyamuk ber-Wolbachia," tuturnya.
Produksi Wolbachia di UGM Masih Manual
Maxi Rein Rondonuwu melanjutkan, produksi telur nyamuk ber-Wolbachia di UGM masih manual. Produksi telur di rentang 7-8 juta per minggu.
Makanan untuk si Wolbachia dengan mengisap darah manusia juga dilakukan manual.Â
"Saya datang ke lab UGM masih manual, bagaimana proses melakukan perkawinan sehingga telur-telur itu ber-Wolbachia, kapasitas di UGM cuma 7-8 juta per minggu," kata Maxi.
"Makanan nyamuknya masih darah (dari darah relawan). Nah, di Brasil udah pake teknologi makanan yang bukan dari manusia, tapi mirip kandungannya seperti darah."
Advertisement
Meyakinkan Masyarakat Tidak Gampang
Pilot project teknologi Wolbachia sendiri menyasar 5 kabupaten/kota, yakni Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang. Perluasan penerapan Wolbachia ke daerah lain akan dilakukan bertahap.
Meski begitu, Maxi Rein Rondonuwu mengakui untuk meyakinkan masyarakat terhadap penerapan Wolbachia bukan hal yang mudah.
"Jadi di 5 daerah pilot project, meyakinkan masyarakat enggak gampang. Kami di 5 kabupaten/kota ini melakukan pelatihan dulu pada petugas, kader, soal apa itu Wolbachia, putar video," imbuhnya.
"Bahwa Wolbachia itu masih nyamuk alami, bukan direkayasa. Nyamuk sama, hanya nyamuk di dimasukkin bakteri Wolbachia. Bakteri yang ada di lalat juga, lalat buah."
Wolbachia Turunkan Replikasi Virus Dengue
Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kemampuan nyamuk tersebut sebagai penular demam berdarah.
Pertambahan bakteri atau virus terjadi melalui mekanisme kompetisi mendapatkan makanan antara virus dengue dan bakteri Wolbachia dalam tubuh nyamuk. Makin sedikit mendapatkan suplai makanan, makin sulit virus dengue berkembang biak (replikasi).
Wolbachia Tidak Sebabkan Sakit pada Manusia
Teknologi nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia sebagaimana informasi Kemenkes RI, antara lain:
- Wolbachia adalah bakteri alami pada 60 persen serangga
- Bakteria Wolbachia tidak menginfeksi manusia atau vertebrata yang lain, dan tidak menyebabkan manusia atau hewan menjadi sakit
- Wolbachia hidup dalam sel serangga dan dapat diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya melalui telur
Nyamuk ber-Wolbachia adalah nyamuk yang lahir dari telur yang diberikan bakteri alami Wolbachia. Telur yang sudah ber-Wolbachia akan berkembang secara alami menjadi nyamuk jantan dan betina ber-Wolbachia di alam.
Advertisement